A.
Teori
Atribusi dari Heider
Kajian
tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh Heider (1925). Heider dikenal
sebagai bapak teori atribusi. Ia bertanya, bagaimana kita “mengatribusi data
indrawi kepada objek-objek tertentu di dunia.” Atribusi merupakan tindakan
penafsiran; apa yang “terberi” (kesan dari data indrawi) dihubungkan kembali
kepada sumber asalnya. Contoh, ketika
saya mendapat kesan warna merah dari sebuah benda, maka saya
menyimpulkan bahwa benda itu berwarna merah. Artinya, saya mengatribusi kesan
warna merah pada benda yang memberi saya kesan warna merah. Dari sini, kita
dapat mengatakan bahwa atribusi merupakan analisi kausal, yaitu penafsiran
terhadap sebab-sebab dari mengapa sebuah fenomenon menampilkan gejala-gejala
tertentu.
Menurut
Heider, ada dua sumber atribusi terhadap tingkah laku:
1.
Atribusi internal atau disposisional, bahwa tingkah laku seseorang disebabkan
oleh sifat-sifat atau disposisi (unsur psikologis yang mendahului tingkah
laku).
2. Atribusi eksternal atau lingkungan, bahwa
tingkah laku seseorang disebabkan oleh situasi dimana orang itu berada.
Analisis
tentang bagaimana orang menyimpulkan disposisi dari tingkah laku dilakukan oleh
Jones dan Davis (1965). Mereka melihat putusan-putusan dari intensi (seperti
keyakinan, hasrat, niat, keinginan untuk mencoba, dan tujuan) sebagai syarat
dari putusan tentang disposisi. Akan tetapi, studi akan lebih diarahkan kepada
faktor disposisional pada kajian selanjutnya.
B.
Teori
Atribusi dari Kelley
Kelley
(1967,1972) mengajukan model proses atribusi yang tidak lagi merujuk pada
intensi. Menurutnya, untuk menjadikan tingkah laku konsisten, orang membuat
atribusi personal ketika consensus dan kekhususan (distinctiveness) rendah. Sedangkan pada saat consensusdan
kekhususan, orang membuat atribusi stimulus. Jadi, atribusi dipengaruhi oleh
factor-faktor dari interaksi orang dengan situasi yang dihadapinya, bukan pada
faktor intensional.
Konsensus
didefinisikan sebagai sejauh mana orang lain bereaksi terhadap beberapa stimulus/kejadian dengan
cara yang sama dengan orang yang sedang kita nilai. Sedangkan, kekhususan
adalah sejauh mana seseorang merespons dengan cara yang sama terhadap
stimulus/kekhususan yang berbeda. Istilah yang juga penting adalah konsistensi
yang didefinisikan sebagai sejauh mana merespons stimulus atau situasi dengan
cara yang sama dalam berbagai peristiwa. Konsistensi juga merupakan factor
penting dalam menentukan apakah atribusi yang dihasilkan melibatkan faktor personal
atau stimulus.
Dimensi lain dari Atribusi Kausal
Dimensi
atribusi kausal ini terlepas dari dimensi internal-eksternal. Ada factor
penyebab internal yang stabil serta tidak berubah seiring ruang dan waktu,
seperti sifat kepribadian dan temperamen (Miles and Carrey, 1997). Disisi lain,
ada factor penyebab internal yang berubah-ubah seperti motif, kesehatan,
kelelahan, dan suasana hati. Hal serupa juga berlaku pada factor-faktor
penyebab eksternal. Norma sosial serta kondisi geografis merupakan contoh factor
penyebab eksternal yang menetap, sedangkan nasib baik dan tuntutan orang
lain merupakan contoh penyebab eksternal
yang berubah ubah.
Teori kepribadian tersirat
(implicit personality theories)
Beberapa
sifat yang pernah dipersepsikan dimasa lalu, digunakan untuk mempersepsikan
tingkah laku saat ini. Sifat- sifat lain dapat dimunculkan melalui priming,
yaitu sebuah proses mengakses sifat-sifat khusus melalui pengalaman saat ini.
Higgins, dkk (1977) memberi ilustrasi operasi priming dalam studi mereka.
Ketika partisipan penelitian mengingat kata positif atau negative dan lalu
membaca paragraph yang ambigu tentang karakter bernama Donal, serta membentuk
kesan maka mereka yang mengingat kata-kata positif akan membentuk pesan positif
lebih banyak tentang Donald daripada partisipan yang mengingat kata-kata
negative.
Sumber: Sarwono, Sarlito W. Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
ATRIBUSI
Teori atribusi mengupas bagaimana manusia biasa menjelaskan peristiwa-peristiwa sosial. Atribusi kausal atau sebab-akibat yang paling umum menjelaskan perilaku intern dan ekstern seseorang, stabil atau tidak stabil, dan dapat dikendalikan atau tidak. Para pembuat teorimulai dengan asumsi bahwa manusia sangat dimotivasi untuk menjelaskan peristiwa di sekelilingnya. Mereka melakukan hal itu dengan mencari penyimpangan-penyimpangan; yaitu, penyebab apakah yang biasanya diasosiasikan dengan akibatnya. Dan mereka memakai prinsip keraguan yakni; sejauh mana berbagai penyebab dapat diterima akal, mereka akan menyebar penjelasannya di antara mereka sendiri.
Teori Kelley(1967, 1972) menyatakan bahwa manusia mendasarkan atribusinya kepada 3 jenis informasi; yaitu, kejelasan (apakah ini satu-satunya situasi di mana orang tersebut melakukan hal tersebut), consensus (apakah orang lain melakukan hal yang sama dalam situasi yang sama), dan konsistensi (apakah orang tersebut selalu melakukannya dalam situasi seperti ini).
Ciri kepribadian orang lain dan sikapnya biasanya dismpulkan dari perilaku mereka yang terbuka dengan mempertimbangkan paksaan ekstern yang mempengaruhi mereka saat itu. Jika paksaan ini kuat, maka atribusi disebabkan oleh penyebab ekstern maupun intern. Jika paksaan lemah, dibuatlah atribusi intern. Teori atribusi dapat diterapkan kepada persepsi diri sendiri maupun persepsi terhadap orang lain. Artinya, prinsip yang serupa dapat digunakan atas bagaimana kita menyimpulkan penyebab tindakan kita sendiri dan bagaimana menyimpulka penyebab tindakan orang lain.
Petunjuk intern yang kita terima melalui emosi kita yang tergugah, lebih merupakan keraguan dan lebih sulit dibedakan dari apa yang sudah diasumsikan di masa lalu. Dengan sendirinya, kita menyimpulkan sifat dan tingkatan rangsangan emosi yang kita rasakan melalui proses atribusi yang berdasar bukti-bukti perilaku kita sendiri, petunjuk ekstsern keadaan kita yang terangsang, dan kondisi lingkungan. Sampai batas tertentu, kita menyimpulkan sikap kita sendiri dari perilaku kita, khususnya jika kita tidak terlibat dalam sikap kita dan hika hal itu mempunyai konsekuensi yang kecil sekali bagi masa depan.
Dalam bentuknya yang paling murni, teori atribusi menguraikan mekanisme logis rasionalistis untuk sampai kepada penjelasan sebab-akibat. Teteapi beberapa distorsi sistematik telah ditemukan. Secara umum, orang memberika lebih banyak sebab-akibat kepada disposisi intern daripada yang semestinya dan lebih sedikit kepada paksaan ekstern. Hal ini dinamakan kekeliruan atribusi fundamental. Hal ini dapat dilakukan untuk pengamatan terhadap perilaku orang lain. Persepsi diri sendiri dapat menerima distorsi dari arah yang berlawanan dan lebih mengatribusikan. Kepada paksaan ekstern. Dalam kedua kasus itu, distorsi itu terutama diakibatkan oleh adanya penonjolan relatif dari perilaku dan situasi.
Manusia sangat dipengaruhi oleh keperluan iuntuk menjelaskan yang mendukung atau melindungi harga diri mereka; mereka melakukan hal itu dengan menyalahkan keadaan ekstern dan mengambil keuntungan dari keberhasilan. Kelihatannya manusia membutuhkan ilusi kendali atas lingkungannya. Persepsi mereka membesar-besarkan tingkat kendali mereka, dan mereka jadi terganggu secara emosional jika merekan merasa bahwa mereka tidak memiliki kendali. Mereka percaya adanya dunia yang adil di mana manusia dapat memperoleh apa yang semestinya mereka peroleh, yang nampaknya didasarkan pada asumsi bahwa orang dapat mengendalikan prestasi mereka sendiri.
Sears, David O., dkk, Psikologi Sosial Jilid I, edisi kelima, terj. Michael Adryanto & Savitri Soekrisno, Jakarta: Penerbit Erlangga.
No comments:
Post a Comment