Ringkasan.
SUMBER HUKUM ISLAM
BAB IV
A. Pengertian sumber hukum islam
(Dalil)
Dalil
menurut bahasa adalah “petunjuk terhadap sesuatu yang baik konkrit maupun
maknawi; baik petunjuk kepada kebaikan maupun pada keburukan. Menurut ketetapan
ahli fikih, dalil adalah sesuatu yang menurut pemikiran yang sejahtera
menunjukkan pada Hukum Syara’ yang amali, baik dengan jalan pasti (yakin) ataupun
dengan jalan dugaan kuat.
B. Pembagian (klasifikasi) Dalill
Pembagian
atau klasifikasi dalil (sumber hukum islam), dapat ditinjau dari beberapa segi,
yaitu :
1.
Dari segi asalnya :
a.
Dalil Naqly (nas), yaitu nas ayat
al-qur’an dan al-hadits/sunnah.
b.
Dalil Aqly (Ra’yu). Dalil ini disebut
juga dengan ijtihad, baik ijtihad perseorangan maupun kolektif (ijma’)
2.
Dari segi daya cakupnya :
a.
Dalil Kully, yakni dalil yang isinya
mencakup banyak satuan hukum, bahkan mencakup sebagian besar hukum yang
sejenis.
b.
Dalil juz’I (Tafsily), yakni dalil yang
hanya menunjuk pada satuan hukum saja.
3.
Dari segi kekuatannya:
a.
Dalil Qat’I, yakni dalil yang
mendatangkan keyakinan (kepastian) :
1)
Qat’I Wurudnya atau Subutnya (cara
datangnya atau penetapannya), ialah dalil yang diyakini (dipastikan) datangnya
dari pembuat syara’, dengan jalan mutawatir.termasuk al-Qur’an, Hadits
Mutawatir dan Hadits Masyhur.
2)
Qat’I Dalalahnya ialah dalil tyang
lafadz dan susunan ketanya tegas dan jelas menunjukkan arti dan maksud
tertentu.
b.
Dalil zanni, yakni yang mendatangkan
dugaan dengan kuat :
1)
Zanni Wurudnya atau Subutna, ialah dalil
yang diduga keras datangnya dari pembuat syara’, yaitu yang diriwayatkan dari
jalan ahad. Misal : hadits ahad.
2)
Zanni Dalalahnya, ialah dalil ynng
lafadz atau susunan katanya tidak jelas & tidak pula tegas menunjukkan pada
arti da maksud yang tertentu.
C. Perincian Dalil-Dalil Syarat
Yang
dimaksud perincian dalil-dalil syara’ adalah macam-macam dalil yang digunakan
oleh para 4 ulama madzhab.
a.
Imam Hanafi
Dalil-dalil yang
digunakan adalah:
1)
Kitabullah/al-Qur’an
2)
As-Sunnah
3)
Al-Ijma’
4)
Al-Qiyas
5)
Istihsan
6)
‘Urf
b.
Imam Syafi'i
Dalil-dalil yang digunakan adalah:
1)
Kitabullah/al-Qur’an
2)
As-Sunnah
3)
Al-Ijma’
4)
Al-Qiyas atau istidlal
c.
Imam Malik
Dalil-dalil yang digunakan adalah:
1)
Kitabullah/al-Qur’an
2)
Sunnah Rasul yang sah
3)
Amal penduduk Madinah (Ijma’ ahli
Madinah)
4)
al-Qiyas
5)
Mashlahah mursalah/ istishlah
d.
Imam Ahmad
Dalil-dalil yang digunakan adalah:
1)
Nas
a)
Kitabullah/al-Qur’an
b)
Hadis marfu’
2)
Fatwa sahabat/ijma’ sahabat
3)
Hadis mursal/hadis dhaif (maksudnya
hadis hasan)
4)
Qiyas (di kala dharurat)
Menurut Abdul
Wahhab Khallaf, di antara ke empat imam madzhab, hukum-hukum yang disepakati
adalah:
1.
Kitabullah/al-Qur’an
2.
As-Sunnah
3.
Al-Ijma’
4.
Al-Qiyas
Penggunaan empat
dalil tersebut berdasarkan firman Allah SWT.
Adapun
Mahmud Syaltout berpendapat bahwa dalil syar’i itu ada 3; al-Qur’an, as-Sunnah,
dan ar-Ra’yu. Adapun ar-ra’yu ini didasari oleh hadis taqriry Rasulullah
terhadap pernyataan Muadz yang akan menggunakan ra’yi sebagai landasan dalil
ketika tidak ada Nas dari al-Qur’an dan
as-Sunnah. Semua dalil harus sesuai
dengan al-Qur’an, karena pada hakikatnya hukum asal itu adalah
al-Qur’an.
D. Al-Qur’an/Kitabullah
a.
pengertian
Al-Qur’an
adalah: kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad Saw., ditulis dalam mushaf
yang menggunakan Bahasa Arab, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir,
yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.
b.
kedudukan al-Qur’an sebagai dalil dan
kehujjahannya.
Dari
segi kedudukan, al-Quran telah disepakati oleh para ulama sebagai suber pertama
dari segala dalil, bahkan bisa disebut sebagai satu-satunya dasar, karena dasar
yang lain juga akan berujung pada al-Qur’an.
Adapun
dari segi kehujjahan, al-qur’an adalah hujjah yang paling kuat. Penetapan hukum
dengan dalil al-Qur’an tidak memerlukan bukti, alasan, atau keterangan apapun.
Bahkan al-Qur’an telah menyebtukan penawaran untuk berkompetensi dalam
menyaingi isi al-Qur’an, ancaman bagi orang yang menentang kerasulan Muhammad
hingga tidak adanya kesanggupan orang musyrik untuk membandingi kemahiran tata
Bahasa dalam al-Qur’an.
E. As-Sunnah atau al-Hadits
1.
Pengertian as sunnah
Menurut
bahasa adalah jalan yang ditempuh, perbuatan yang senantiasa dilakukan, adat
kebiasaan, sebagai lawan kata dari bid’ah.
Sedangkan menurt
istilah
a.
Menurut ahli fiqih : sesuatu perbuatan
yang jika ikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa.
b.
Menurut ahli hadits: semua perkataan,
perbuatan atau keadaan nabi Muhammad saw
c.
Menurut ahli ushul fiqih : semua
perkataan, perbuatan, atau ketetapan Nabi saw yang berhubungan dengan
pembentukan huukum.
2.
Pembagiaan as-sunnah dan al-hadits
a.
Ditinjau dari segi sift pembentukannya,
yaitu qauliyah (perkataan), fi’liyah (perbuatan), taqririyah (ketetapan), dan
hammiyah (keinginan), sunnah tarkiyah (hal yang ditinggalkan oleh nabi)
b.
Ditinjau dari segi jumlah bilangan
perawinya, yaitu mutawatir, masyhur, dan ahad
c.
Ditinjau daei segi sandarannya kepada
nabiNabi saw, yaitu marfu’, mauquf, dan maqtu’.
d.
Ditinjau dari segi nilainya, yaitu
sahih, hasan, dan da’if.
3.
Kedudukan dan kehujjahan as-sunnah
a.
Kedudukannya, as sunnah sebagai dasar
hukum (dalil) menduduki urutan yang kedua setelah al-qur’an.
b.
Kehujjahannya, as-sunnah menjadi
huujjah, menjadi sumber hukum dan menjadi tempat mengistinbatkan hukum syara’
4.
Fungsi assunnah dalam menetapkan huku,
diantaranya menguatkan hukum yang telah disyari’atkan dalam al-qur’an,
menerangkan apa yang telah disyari’atkan dalam al-qr’an, dan mensyari’atkan
hukum yang didiamkan oleh al-qur’an.
5.
Perbedaan pendapat dalam menilai
as-sunnah
Sebagian kecil ulama
menolak sebagai dasar sumber hukum dengan alasan tertentu, jumhur ulama
menerima sebaai sumber hhukum, hanya saja di antara mereka ada yang hanya
menerima hadits mutawatir saja, ada yang menerima sunnah ahad dengan
mengemukakan beberapa syarat.
F. Al-Ijtihad
1.
Pengertian ijtihad
Menurut
bahasa adalah pncurahan segenap kesanggupan untuk mendapatkan sesuattu urusan
atau sesuatu perbuatan. Sedangkan menurt istilah adalah pencurahan segenap
kemampuan secara maksimal untuk mendapatkan hukum syara’ yang amali dari
dalil-dalilnya yang tafsili.
2.
Dalil—dalil sebagai dasar tasyri’, yaitu
Al-qur’an surat an-Nisa’ (4), ayat 59, as-sunnah yang diriwayatkan oleh
al—Bagawi dari Muaz ibn Jabbal, dan akal.
3.
Syarat-syarat melakukan ijtihad
a.
mengetahui dngan baik bahasa arab dalam segla
seginya
b.
Mengetahui dengan baik isi al-qur’an,
terutama ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah amali
c.
Mengetahui dengan baik sunnah rasul
yyang berhubungan dengan hukum
d.
Mengetahui masalah-masalah hukum yang
telah menjadi ijma’ para ulama sebelumnya
e.
Mengetahui ushul fiqih
f.
Mengetahui kaidah fiqih
g.
Mengetahui maksud-maksud syara’
h.
Mengetahui rahasia-rahasia syara’
i.
Orang yang melkukan ijtihad itu
mempunyai sifat adil, jujur, dan berbudi pekerti terpuji.
j.
Mempunyai niat yang suci dan yang benar.
4.
Tingkatan-tingkatan nujtahid
a.
Mujtahid fi asy-syar’I,
b.
Mujtahid muntasib
c.
Mujtahid fi al-Madzhab
d.
Mujtahid Murajih
5.
Jalan atau cara ijtihad
Menurut
Abdul Wahhab Khallaf : yaitu al-qiyas, al-istihsan, al-iatislah, dan lainnya
yang direstui oleh syara’ untuk mengistinbatkan hukum bagi masalah yang tidak
ada nashnya.
Jalan
atau cara ijtihad:
a.
Ijma’
b.
Qiyas
c.
Istihsan
d.
Istislah atau maslahah mursalah
e.
Urf
f.
Istishab
g.
Syar’u man qablana
h.
Saddu az zari’ah
Disusun oleh: Tata Puspita
Sumber
Referensi:
Fathurohman, Oman, PENGANTAR ILMU FIQH USUL FIQH, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
1993.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete