Naskah diserahkan pada
tanggal
Didiskusikan pada
tanggal
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT. karena atas limpahan
karunia, rahmat, dan hidayah-Nya berupa kesehatan dan kemudahan, makalah yang
berjudul “Sistem Pemerintahan Parlementer vs Presidensial di Indonesia” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata
kuliah Kewarganegaraan, yang diampu oleh.. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi penyusunannya. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan
senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi
mengenai Sistem Pemerintahan Parlementer vs Presidensial di Indonesia dan
bermanfaat bagi para pembaca. Atas perhatian, kerjasama, dan kesempatan yang
diberikan untuk membuat makalah ini, kami ucapkan terimakasih.
Yogyakarta, 20 September 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
DAFTAR
ISI.............................................................................................. i
PENDAHULUAN
.................................................................................... ii
PEMBAHASAN
....................................................................................... 1
A. Definisi
Bentuk Pemerintahan ..................................................... 1
B. Definisi
Sistem Pemerintahan....................................................... 1
C. Sistem
Pemerintahan Presidensial ............................................... 2
D. Sistem
Pemerintahan Parlementer ............................................... 4
E. Perbedaan
Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlementer... 5
F. Tabel
1.: Perbandingan Antara Sistem Pemerintahan ................. 7
PENUTUP
................................................................................................ 9
Kesimpulan
............................................................................................... 9
PENDAHULUAN
Sejak masa kemerdekaan Indonesia, negara
Indonesia pernah menerapkan kedua sistem yaitu sistem parlementer dan
presidensial. Selain itu terjadi juga perubahan pokok isi dari sistem
pemerintahan sejak dilakukannya amandemen UUD 1945. Pada awalnya, UUD 1945 menerapkan
sistem pemerintahan presidensial. Tetapi faktanya, selama berjalannya waktu
ternyata negara Indonesia juga pernah menerapkan sebuah sistem pemerintahan
parlementer. Hal itu terjadi karena kondisi dan alasan yang ada pada waktu itu
memaksa Indonesia harus merubah sistem pemerintahannya.
Pembukaan UUD 1945
Alenia IV menyatakan Kemerdekaan Bangsa Indonesia itu disusun atas
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang disusun atas susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUD 1945, negara Indonesia merupakan negara
kesatuan yang berbentuk Republik. Berdasarkan itu pula dapat diambil kesimpulan
bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya
adalah republik.
Dari sini
kemudian muncul singkatan NKRI, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain negara yang memiliki kesatuan antara umat beragama dan suku, bentuk
pemerintahan yang digunakan adalah republik. Namun secara teorinya, berdasarkan
hasil dari UUD 1945, negara Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial. Akan tetapi pada praktiknya seringkali menggunakan sistem
pemerintahan parlementer dalam bagian-bagian pemerintahan di Indonesia. Jadi singkatnya, Indonesia menganut
sistem pemerintahan hasil dari penggabungan sistem pemerintahan presidensial
dan parlementer.
PEMBAHASAN
A.
Bentuk Pemerintah
Istilah
pemerintah dalam arti organ dibedakan dalam arti luas dan pemerintah dalam arti
sempit. Pemerintah dalam arti sempit dimaksudkan khusus pada kekuasaan
eksekutif. contoh : 1) Menurut UUD
1945, pemerintah ialah Presiden yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menteri-menteri. 2) Menurut UUD
1950, pemerintah ialah Presiden, Wakil Presiden bersama-sama dengan menteri-menteri. 3) Menurut Konstitusi RIS 1949,
pemerintah ialah Presiden bersama menteri-menteri.
Pemerintah
dalam arti luas ialah semua organ negara termasuk DPR. Bentuk pemerintah yang
terkenal yaitu Kerajaan (Monarki)
dan Republik. 1) Kerajaan atau monarki, ialah negara yang dikepalai oleh
seorang raja dan bersifat turun temurun serta menjabat untuk seumur hidup. Selain
raja, kepala negara suatu monarki dapat berupa kaisar atau syah. Contoh negara
yang menganut sistem monarki adalah Inggris, Belanda, Norwegia, Swedia, dan Muang Thai. 2) Republik (berasal dari bahasa Latin: res publica = kepentingan umum) ialah
negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh seorang Presiden sebagai
kepala negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan
tertentu. Biasanya presiden dapat dipilih kembali setelah habis masa
jabatannya.[1]
B. Definisi
Sistem Pemerintahan
Sistem
pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara
lembaga-lembaga negara atau tiga poros kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif,
dan yudikatif.
Sistem pemerintahan berkaitan dengan mekanisme yang dilakukan
pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Secara garis besar, sistem pemerintahan
dibedakan dalam dua macam, yaitu sistem pemerintahan presidensial dan sistem
pemerintahan parlementer.[2]
Menurut buku Pendidikan
Kewarganegaraan yang
disusun oleh Sunarso, dkk,
pengertian sistem
pemerintahan dibagi menjadi 3 yaitu: sistem
pemerintahan negara dalam arti yang
sangat luas, berarti kajian yang menitikberatkan hubungan antara negara dan
rakyat. berdasarkan kajian ini,sistem pemerintahan terbagi menjadi sistem
pemerintahan monarki, aristokrasi, dan demokrasi.
Secara luas, sistem pemerintahan berarti
suatu kajian pemerintahan negara yang berasal dari hubungan antar komponen
negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dengan bagian-bagian yang ada
di dalam negara. berdasarkan pengetian ini, sistem pemerintahan dibedakan
menjadi negara kesatuan, negara serikat, dan negara konfederasi.
Secara sempit, sistem pemerintahan
berarti hubungan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif dalam
sebuah negara. berdasarkan kajian ini, sistem pemerintahan dibagi menjadi dua
yakni sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.
C. Definisi Sistem Presidensial
Sistem
presidensial merupakan sistem pemerintahan yang terpusat pada kekuasaan
presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Dalam sistem ini,
badan eksekutif tidak bergantung pada badan legislatif. Kedudukan badan
eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif. Keberadaan sistem
presidensial dinilai Jimly Asshiddiqie memiliki kelebihan lebih menjamin stabilitas
pemerintahan, namun juga memiliki kekurangan yakni cenderung menempatkan badan eksekutif
sebagai bagian kekuasaan yang sangat berpengaruh karena kekuasaan yang cukup
besar.
Ada beberapa ciri dalam sistem
pemerintahan presidensial, diantaranya pertama, kepala negara juga menjadi
kepala pemerintahan. Kedua, pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen.
Ketiga, menteri-menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden. Keempat,
posisi eksekutif dan legislatif sama-sama kuat. Menurut Bagir Manan,
sistem pemerintahan presidensial dapat dikatakan sebagai subsistem pemerintahan
republik, karena memang hanya dapat dijalankan dalam negara yang berbentuk
republik. Ada
beberapa prinsip pokok dalam sistem pemerintahan presidensial, yaitu :
a) Terdapat pemisahan yang jelas antara kekuasaan eksekutif dan
legislatif, presiden merupakan eksekutif tunggal dan kekuasaan eksekutif tidak
terbagi.
b) Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara,
c) Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu/bawahan yang
bertanggung jawab kepadanya,
d) Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan
sebaliknya,
e) Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, dan
f)
Pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.[3]
Kelebihan
dan Kelemahan Sistem Presidensial
Sistem
presidensial bisa lebih unggul dan lebih demokratis daripada sistem
parlementer, karena rakyat diberi kesempatan untuk memilih langsung figur
penguasa paling tinggi yakni presiden. Presiden dengan demikian punya kedekatan
emosional dengan rakyat, apalagi bila kemudian presiden itu berhasil
merepresentasikan diri sebagai pemimpin bangsa secara keseluruhan, bukan lagi
bertindak sebagai wakil dari kelompok atau partainya. Presiden bisa menjadi
simbol kesatuan nasional yang dapat mempersatukan berbagai kelompok etnis,
golongan, agama dan kelas. Dalam sistem Presidensial, kesempatan untuk
berpartisipasi dalam memilih bagi para pemilih juga lebih besar. Mereka punya
kesempatan memilih dua kali yakni memilih Presiden. [4]
D.
Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan
parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan dimana parlemen memiliki peranan
penting dalam pemerintahan. Dalam sistem ini, parlemen memiliki wewenang dalam
mengangkat perdana menteri, demikian juga parlemen dapat menjatuhkan
pemerintahan yaitu dengan mengeluarkan mosi tidak percaya. Dalam sistem
parlementer, jabatan kepala pemerintahan dan kepala negara dipisahkan. Pada
umumnya, jabatan kepala negara dipegang oleh presiden, raja, ratu atau sebutan
lain dan jabatan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Inggris,
Belanda, Malaysia dan Thailand merupakan negara-negara yang menggunakan sistem
parlementer dengan bentuk kerajaan.
Ada beberapa
karakteristik sistem pemerintahan parlementer diantaranya. Pertama, peran
kepala negara hanya bersifat simbolis dan seremonial erat mempunyai pengaruh
politik yang sangat terbatas, meskipun kepala negara tersebut mungkin saja
seorang presiden. Kedua, cabang kekuasaan eksekutif dipimpin seorang perdana
menteri atau kanselir yang dibantu oleh kabinet yang dapat dipilih dan
diberhentikan oleh parlemen. Ketiga, parlemen dipilih melalui pemilu yang
waktunya bervariasi yang ditentukan oleh kepala negara berdasarkan masukan dari
perdana menteri atau kanselir.
Melihat karakteristik
tersebut, maka dalam sistem pemerintahan parlementer, posisi eksekutif dalam
hal ini kabinet lebih rendah dari parlemen. Oleh karena posisinya yang lemah,
kabinet dapat meminta kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen dengan
alasan parlemen dinilai tidak representatif. Jika itu yang terjadi, maka dalam
waktu yang relatif singkat kabinet harus menyelenggarakan pemilu untuk
membentuk parlemen baru.
Miriam Budiardjo dalam
bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik menjelaskan
bahwa dalam sistem parlementer terdapat beberapa pola. Dalam sistem parlementer
dengan parliamentary executive, badan
eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet sebagai
bagian dari badan eksekutif merupakan pencerminan. Kekuatan-kekuatan politik di
badan legislatif yang mendukungnya. Pada umumnya, ada keseimbangan antara badan
eksekutif dan badan legislatif. Keseimbangan ini lebih mudah tercapai jika
terdapat satu partai mayoritas maka dibentuk kabinet atas kekuatannya sendiri.
Kalau tidak terdapat partai mayoritas, maka dibentuk kabinet koalisi yang
berdasarkan kerja sama antara beberapa partai yang bersama-sama mencapai
mayoritas di badan legislatif.
Dalam hal terjadinya
suatu krisis karena kabinet tidak lagi memperoleh dukunngan dari mayoritas
badan legislatif, dibentuk kabinet ekstra parlementer, yaitu kabinet yang
dibentuk tanpa formatur kabinet merasa terkuat pada konstelasi kekuatan politik
di badan legislatif. Dengan demikian, formatur kabinet memiliki peluang untuk
menunjuk menteri berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa menghiraukan apakah
dia mempunyai dukungan partai. Kalaupun ada menteri yang merupakan anggota
partai, maka secara formil dia tidak mewakili partainya. Biasanya suatu kabinet
ekstra parlementer mempunyai program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk
mengangguhkan pemecahan masalah-masalah yang bersifat fundamental.
Di samping itu, ada
pula sistem parlementer khusus, yang menberi peluang kepada badan eksekutif
untuk memainkan peranan yang dominan dan arena itu disebut pemerintahan kabinet
(cabinet government). Sistem ini
terdapat di Inggris dan India. Dalam sistem ini, hubungan antara badan
eksekutif dan badan legislatif begitu terjalin erat atau fusional union. Kabinet
memainkan peranan yang dominan sehingga dinamakan “panitia” dalam parlemen.[5]
E.
Perbedaan
Sistem Parlementer dan Presidensial
Sistem pemerintahan
parlementer adalah sistem pemerintahan yang badan eksekutif dan legislatif
(pemerintah dan parlemen/DPR) memiliki hubungan yang bersifat timbal balik dan
saling mempengaruhi. Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem
pemerintahan yang badan legislatif dan badan eksekutif boleh dikatakan tidak
terdapat hubungan seperti pada sistem pemerintahan parlementer. Sistem
pemerintahan presidensial pada umumnya memiliki ciri sebagai berikut:
1. Kekuasaan
pemerintahan berpusat pada satu orang, yaitu presiden sehingga presiden
berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
2. Presiden
dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan bertanggung jawab kepadanya.
3. Masa
jabatan presiden ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
4. Presiden
dan para menteri tidak bertanggungjawab kepada parlemen atau DPR.
Sistem pemerintahan presidensial
diterapkan di Amerika Serikat, Filipina, dan Indonesia pada saat ini. Sedangkan
sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri sebagai berikut:
1.
Kedudukan kepala negara
tidak dapat diganggu gugat.
2.
Kabinet yang dipimpin
oleh perdana menteri bertanggungjawab kepada parlemen.
3.
Susunan anggota dan
program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam parlemen.
4.
Kabinet dapat dijatuhkan
atau dibubarkan setiap waktu oleh parlemen.
5.
Kedudukan kepala negara
dan kepala pemerintahan tidak terletak dalam satu tangan atau satu orang.
Sistem pemerintahan
parlementer diterapkan di negara Inggris, Eropa Barat, dan Indonesia ketika
berlaku UUD RIS dan UUDS 1950.[6]
F. Tabel 1.: Perbandingan
Antara Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlementer
No.
|
Aspek
|
Sistem
|
|
Presidensial
|
Parlementer
|
||
1.
|
Hubu-ngan Kelem-bagaan
|
Terdapat pemisahan kekuasaan eksekutif dan legislatif. Namun tak ada pemisahan antara jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan.
Eksekutif dipegang oleh presiden sebagai Kepala Pemerintahan yang sekaligus adalah Kepala Negara. Kekuasaan legislatif berada di parlemen. Eksekutif dan legislatif memiliki kekuasaan terpisah yang seimbang.
Sebutan sebagai Kepala Pemerintahan yang sekaligus adalah Presiden. Oleh karenanya sistem ini disebut presidensial.
|
Terdapat pemisahan antara Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Namun tak ada pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Baik eksekutif maupun berada di Parlemen. Jajaran eksekutif adalah anggota parlemen. Oleh karena itu, sistem ini disebut parlemen.
Kepala pemerintahan adalah pimpinan kekuatan mayoritas di parlemen. Kepala Negara hanya memiliki kekuasaan simbolik diluar eksekutif dan legislatif. Sebutan Kepala Pemerintahan:
Perdana Menteri atau prime minister. Sebutan Kepala Negara: Presiden, raja, ratu, gubernur, jenderal, dll.
|
2.
|
Pola Rekrut-men
|
Tak ada tumpang tindih personal antara lembaga eksekutif dan legislatif.
Anggota legislatif dipilih langsung lewat pemilu.
Pimpinan eksekutif (yakni Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung melalui pemilihan umum).
Jajaran eksekutif lini kedua (para menteri) diangkat oleh presiden.
|
Terdapat tumpang tindih personal antar eksekutif dan legislatif.
Anggota legislatif dipilih langsung lewat pemilu
Partai dengan kursi mayoritas di Parlemen membentuk pemerintahan. Pimpinan partai ini menjadi perdana menteri.
Anggota parlemen dari partai mayoritas itu menjadi menteri-menteri.
|
3.
|
Pola
Penga-wasan dan
Pertanggungja-waban
|
Terdapat mekanisme check and-balances antara eksekutif dan legislatif.
Legislatif menyusun perundangan, namun memerlukan pelaksanaan oleh eksekutif.
Eksekutif bisa mem-veto kebijakan legislatif, atau menolak untuk melaksanakan perundangan, namun legislatif
memiliki hak untuk meng-impeach esksekutif.
|
Terdapat mekanisme pemerintahan oposisi dalam legislatif.
Partai kekuatan kedua di parlemen membentuk oposisi.
Kebijakan pemerintah diperdebatkan di parlemen dengan pihak oposisi sesuai dengan lingkup masing-masing.
Legislatif dapat membubarkan pemerintahan dengan mosi tidak percaya, dengan mendesak pemilu untuk memilih anggota Parlemen baru.[7]
|
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa baik dari sistem pemerintahan presidensial maupun sistem
pemerintahan parlementer memiliki gaya pemerintahan yang berbeda. Keduanya
memiliki aturan masing-masing dalam rangka memajukan suatu negara. Dalam sistem
pemerintahan presidensial, lembaga eksekutif berada di luar pengawasan langsung
dari lembaga legislatif dan sebaliknya dalam sistem pemerintahan parlementer.
Berbagai
pengalaman Indonesia dalam menerapkan sistem yang bersifat campuran di bawah
UUD 1945, seperti yang telah disebutkan merupakan suatu pembelajaran.
Pembelajaran tersebut yakni sistem pemerintahan Indonesia di masa depan perlu
dikaji kembali sehingga dapat menjamin kepastian sistem pemerintahan yang
presidensial atau parlementer.
DAFTAR PUSTAKA
Hara, Abubakar
Eby, “Sistem Presidensial di Indonesia: Perkembangannya Kini dan Tantangan ke
Depan”, Jurnal Politika, Vol. 10,
No.1, Januari 2014.
Kansil, C.S.T., dan Christine Kansil, C.S.T., Sistem
Pemerintahan Indonesia, Jakarta:PT Bumi
Aksara, 2011. –380 hlm, -ISBN
979-526-851-1.
Mahmuzar, SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA Menurut UUD
1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen”, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010.
-173 hlm, -ISBN 979-1305-39-6.
Noviati, Cora Elly,
“Demokrasi dan Sistem Pemerintahan”, Jurnal
Konstitusi, Volume 10, Nomor 2, Juni 2013.
Sunarso, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta:
UNY Press, 2013. -317 hlm.
Syahidulhaq, “Penjelasan Lengkap
Sistem Pemerintahan Indonesia”, 13 Januari 2016, http://santrigaul.net/sistem-pemerintahan-indones ia/
diakses pada 20 September 2017.
[1] Prof. Dr. C.S.T Kansil,
S.H. & Christine S.T. Kansil, S.H., M.H., Sistem Pemerintahan Indonesia,
Jakarta : PT Bumi Aksara, 2011.
[2] C.E Noviati, “Demokrasi
dan Sistem Pemerintahan”, Jurnal Konstitusi, Vol 10 No 2, Juni 2013, 334.
[3] Ibid
[4] E. Hara, “Sistem
Presidensial di Indonesia, Perkembangannya Kini dan Tantangan ke Depan”, Jurnal
Politika, Vol 10 No 1, Desember 2015, 46.
[5] C. E. Noviati, Op. Cit.,
343.
[7] C. E. Noviati, Op. Cit.,
339.
Disusun oleh: Agasari Puspita, Nadya Salsabila, Rosyida Rif'ayati.
No comments:
Post a Comment