playlist

Wednesday, 10 May 2017

Teori Belajar Sosial - Albert Bandura - Teori Kepribadian


Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925,di kota kecil Mundare bagian selatan Alberta, Kanada. Dia sekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah yang sederhana, namun dengan hasil rata-rata yang sangat memuaskan. Setelah selesai SMA, dia bekerja pada perusahaan penggalian jalan raya Alaska Highway di Yukon. 
Dia menerima gelar sarjana muda di bidang psikologi dari University of British of Columbia tahun 1949. Kemudian dia masuk University of Iowa, tempat di mana dia meraih gelar Ph.D tahun 1952. Baru setelah itu dia menjadi sangat berpengaruh dalam tradisi behavioris dan teori pembelajaran.
Waktu di Iowa, dia bertemu dengan Virginia Varns, seorang instruktur sekolah perawat. Mereka kemudian menikah dan dikaruniai dua orang puteri. Setelah lulus, dia menerukan pendidikannya ke tingkat post-doktoral di Wichita Guidance Center di Wichita, Kansas.
Tahun 1953, dia mulai mengajar di Standford University. Di sini, dia kemudian bekerja sama dengan salah seorang anak didiknya, Richard Walters. Buku pertama hasil kerja sama mereka berjudul Adolescent Aggression terbit tahun 1959. Sayangnya, Walters mati muda karena kecelakaan sepeda motor.
Bandura menjadi presiden APA tahun 1973, dan menerima APA Award atas jasa-jasanya dalam Distinguished Scientific Contributions tahun 1980.
Bandura meneliti beberapa kasus, salah satunya ialah kenakalan remaja. Menurutnya, lingkungan memang membentuk perilaku dan perilaku membentuk lingkungan. Oleh Bandura, konsep ini disebut determinisme resiprokal yaitu proses yang mana dunia dan perilaku seseorang saling memengaruhi. Lanjutnya, ia melihat bahwa kepribadian merupakan hasil dari interaksi tiga hal yakni lingkungan, perilaku, dan proses psikologi seseorang. Proses psikologis ini berisi kemampuan untuk menyelaraskan berbagai citra (images) dalam pikiran dan bahasa.
Dalam teorinya, Bandura menekankan dua hal penting yang sangat mempengaruhi perilaku manusia yaitu pembelajaran observasional (modeling) yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran sosial dan regulasi diri. Beberapa tahapan yang terjadi dalam proses modeling.
BELAJAR SOSIAL
Bagi bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperthatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme.
Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata – mata budak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi.
Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan dipelihara. Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai determinan resiprokal, beyond reinforcement, dan self regulation.
Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkahlaku manusia dari segi interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkahlaku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal balik.
1.      Determinis resiprokal
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan / mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determenis resiprokal adalah konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling detirminis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan sistem sosial.
2.      Tanpa reinforcement
Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika setiap unik respon sosial yang orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu – satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
3.      Kognisi dan Regulasi diri
Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ke-tidak-senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan  menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.
Bandura: Hubungan antara Pribadi, Lingkungan dan Tingkah laku saling
mempengaruhi
Pavlov   : Lingkungan menjadi variabel tunggal penentu Tingkahlaku
Skinner  : Pribadi mempengaruhi Tingkahlaku melalui manipulasi Lingkungan
Lewin  : Pribadi dan Lingkungan adalah 2 variabel independen yang mempengaruhi tingkahlaku
STRUKTUR KEPRIBADIAN
Sistem Self (Self System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki konstruk self, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal saling berinteraksi, di mana pusat atau pemula­nya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari sistem interaksi resiprokal.
Regulasi Diri
Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk deteminis resiprokal berarti orang dapat mengatur sebagian clan tingkahlakunya sendiri. Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi did. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan ketisakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa Baja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dapat dipakai untuk melakukan pengaturan memanipulasi faktor eksternal, memonitor dan mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal itu.
a)      Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh – pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak – anak belajar baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri.
Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya kerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
b)      Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal:
·         Observasi diri (self observation):
 Dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantita penampilan, orisinalitas tingkahlaku dan seterusnya. Orang harus mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkahlakunya dan mengabaikan tingkahlaku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.
·         Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental process):
Adalah melihat kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi. Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya orang tua atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari performansi diri. Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat penguatan, proses kognitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selalu sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi ini jumlahnya terbatas. Sebagian besar aktivitas hams dinilai dengan membandingkannya dengan ukuran eksternal, bisa berupa norma standar, perbandingan social, perbandingan dengan orang lain, atau perbandingan kolektif. Orang juga menilai suatu aktivitas berdasarkan anti penting dari aktivitas itu bagi dirinya. Akhirnya, orang juga menilai seberapa besar dirinya menjadi penyebab dari suatu performansi, apakah kepada diri sendiri dapati dikenai atribusi (penyebab) tercapainya suatu performansi, atau sebaliknya justru mendapat atribusi terjadinya kegagalan dan performansi yang buruk.
·         Reaksi-diri-afektif (self response):
Akhirnya berdasarkan pengamaan dan judgment itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual.
Efikasi Diri (Self Effication)
Bagaimana orang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efiksasi diri,dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil.
ü  Efiksasi diri atau ekspektasi (self effication – efficacy expectation) adalah “Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu”. Efikasi dari berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.
ü  Ekspektasi hasil (outcome expectations) adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita – cita), karena cita – cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai. Sedangkan efikasi menggambarkan ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar profesional. Namun ekspektasi hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat tergantung pada daya tahan jantung pasien, kemurnian obat antibiotik, sterilitas dan infeksi, dan sebagainya. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan hasilnya), atau sebaliknya, ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dipakai). Orang yang ekspektasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri). Orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.
Sumber Efikasi Diri
Perubahan tingkah laku, dalam system Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi social (social persuation) dan pembangkitan emosi (Emotional/Physiological states).
Pengalaman performansi
Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan member dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :
  1. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
  2. Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain.
  3. Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin.
  4. Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.
  5. Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.
  6. Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
Pengalaman Vikarius
Diperoleh melalui model social. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figure yang diamati berbeda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak  besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figure yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

Tabel Strategi Pengubahan Sumber Ekspektasi Efikasi
Sumber
Cara Induksi
Pengalaman Performansi
Participant modelling
Meniru model yang berprestasi
Performance desenzation
Menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu
Performance exposure
Menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih
Selfinstructed performance
Melatih diri untuk melakukan yang terbaik
Pengalaman Vikarius
Live modeling
Mengamati model yang nyata
Symbolic modelling
Mengamati model simbolik,film,komik,cerita.
Persuasi Verbal
Suggestion
Mempengaruhi dengan kata-kata berdasar kepercayaan
Exhortation
Nasihat,peringatan yang mendesak/memaksa.
Self-instruction
Memerintah diri sendiri
Interpretive treatment
Interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang salah
Pembangkitan Emosi
Attribution
Mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian emosional
Relaxation biofeedback
Relaksasi
Symbolic desensitization
Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik
Symbolic exposure
Memunculkan emosi secara simbolik

Persuasi Sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi social. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
Keadaan Emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri.
Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasinya berubah. Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral. Keempat sumber itu diubah dengan berbagai strategi yang diringkas dalam tabel diatas.
Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah laku
Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Berbeda dengan konsep-diri (Rogers) yang bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada :
  1. Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.
  2. Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
  3. Keadaan fisiologis dan emosional ; kelelahan, kecemasan, apatis, murung.
Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku (Tabel)
Table Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku
Efikasi
Lingkungan
Prediksi hasil tingkah laku
Tinggi
Responsif
Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya
Rendah
Tidak responsif
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit
Tinggi
Tidak responsif
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas social, bahkan memaksakan perubahan.
Rendah
Responsif
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)
Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan social tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan ‘jiwa kelompok’ tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk berhenti merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja, dan penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi, hukum dan kejahatan, birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.
DINAMIKA KEPRIBADIAN
            Dalam teori belajar sosial, Bandura menempatkan motivasi sebagai dinamika keperibadian. Motivasi, menurut Bandura adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, yakni harapan individu mendapatkan reinforsement pada masa yang akan datang memotivasi individu untuk bertingkah laku tertentu. Dan, dengan menetapkan tujuan atau tingkat performasi yang diinginkan, bertindak pada tingkat tertentu. Untuk meningkatkan performasi, maka individu harus menjalani serangkaian tujuan yang berurutan yang memungkin evaluasi diri segera daripada menetapkan tujuan yang jauh dan membutuhkan waktu lama mencapainya. Jadi, terus-menerus mengamati, memikirkan, dan menilai tiingkah laku diri, akan memberi insentif-diri sehingga bertahan dalam berusaha mencapai standar yang telah ditentukan.
            Proses belajar yang dikemukakan Bandura tidak hanya terletak pada satu penguatan. Ada tiga penguat yang menjadi motivasi individu yang dapat membentuk proses belajar, yaitu:
1.      Penguatan yang diwakilkan (vicarious reinforcement), mengamati orang lain yang mendapat penguatan, membuat individu ikut puas dan berusaha belajar giih agar menjadi seperti orang tersebut.
2.      Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement), individu terus-menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapatkan penguatan pada masa yang akan datang.
3.      Tanpa penguatan (beyond reinforcement), belajar tanpa ada reinforsement sama sekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Alport.
Espektasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah laku. Individu mengembangkan standar pribadi berdasarkan standar sosial melalui interaksinya dengan orang tua, guru, dan teman sebayanya. Individu dapat mengganjar dan menghukum tingkah laku sendiri dengan menerima diri atau mengkritik diri. Penerimaan dan kritik diri sangat besar perannya dalam membimbing tingkah laku, sehingga tingkah laku individu tetap konsisten, tidak berubah akibat lingkungan sosial.


PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
1.      Belajar Melalui Observasi
Menurut Bandura, belajar lebih banyak terjadi tanpa penguatan (reinforcement) yang nyata. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung karena melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan. Seseorang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu. Terdapat dua cara dalam belajar melalui observasi, yaitu:
a.         Peniruan (Modelling)
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan model (orang lain). Tingkah laku manusia bukan semata–mata bersifat refleks atau otomatis, melainkan juga merupakan akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif.
Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan (imitation) maupun penyajian contoh perilaku (modelling). Penelitian terhadap 3 kelompok anak taman kanak-kanak: Kelompok pertama disuruh mengobservasi model orang dewasa yang bertingkah laku agresif, fisik dan verbal, terhadap boneka karet. Kelompok kedua diminta mengobservasi model orang dewasa yang duduk tenang tanpa menaruh perhatian terhadap boneka karet didekatnya. Kelompok ketiga menjadi kelompok kontrol yang tidak ditugasi mengamati dua jenis model itu. Ketiga kelompok anak itu kemudian dibuat mengalami frustasi ringan dan setiap anak sendirian ditempatkan di kamar yang ada boneka karet seperti yang dipakai penelitian. Ternyata tingkah laku setiap kelompok cenderung mirip dengan tingkah laku model yang diamatinya. Kelompok pertama bertingkah laku lebih agresif terhadap boneka dibanding kelompok lain. Kelompok kedua sedikit lebih agresif dibanding kelompok kontrol.
Sebagai contoh lain, orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak dalam menirukan perilaku membaca. Anggota keluarga yang sering dilihat oleh anak ketika sedang membaca atau memegang buku di rumah akan merangsang anak untuk mencoba mengenal buku.
b.      Modeling Tingkah Laku Baru
Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model ditransformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasi menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Keterampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau menggabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkah laku baru.
2.      Modeling Mengubah Tingkahlaku Lama
Disamping dampak mempelajari tingkah laku baru, modeling mempunyai dua macam dampak terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah.
a.       Modeling Simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
b.      Modeling Kondisioning
Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang mendapat penguatan muncul respon emosional yang sama dalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan kepada obyek yang ada di dekatnya atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran. Contoh: emosi marah yang muncul ketika seorang anak menonton film yang isinya ibu tiri yang jahat dan anak kandungnya. Sehingga dilampiaskan kepada siapa saja yang ada di dekatnya. Contoh lainnya yaitu emosi seksual yang timbul akibat menonton film cabul dilampiaskan ke obyek yang ada di dekatnya saat itu (misalnya: menjadi kasus pelecehan dan perkosaan anak).
Faktor-Faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi
Menurut bandura, ada empat proses yang penting agar belajar melalui observasi dapat terjadi, yaitu:
1)      Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan kepada orang tersebut. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
2)      Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa benar–benar melakukannya secara fisik.
3)      Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan, seseorang lalu bertingkah laku. Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respon dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajar.
4)      Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi jika motivasi tidak ada, maka tidak akan terjadi proses belajar tingkah laku. Imitasi tetap terjadi walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diganjar.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri-ciri model seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan kemampuan, pening dalam menentukan tingkat imitasi. Anak lebih senang meniru model sesusilanya daripada model dewasa. Anak juga cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam jangkauannya, alih-alih model yang standarnya di luar jangkauannya. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya. Anak cenderung mengimitasi orang tuanya yang hangat dan open (jw), gadis lebih mengimitasi ibunya.
Dampak Belajar
Setiap kali respons dibuat, akan diikuti dengan berbagai konsekuensi; ada yang konsekuensinya menyenangkan, ada yang tidak menyenangkan, ada yang tidak masuk kekesadaran. Penguatan -baik positif maupun negatif- dampaknya tidak otomatis sejalan dengan konsekuensi respons. Konsekuensi dari suatu respons mempunyai tiga fungsi:
a.       Pemberi informasi: memberi informasi mengenai dampak dari tingkah laku informasi ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku pada masa yang akan datang.
b.      Memotivasi tingkah laku yang akan datang: Menyajikan data sehingga orang dapat membayangkan secara simbolik hasil tingkah laku yang akan dilakukannya, dan bertingkah laku sesuai dengan peramalan-peramalan yang dilakukannya. Dengan kata lain, tingkah laku ditentukan atau dimotivasi oleh masa yang akan datang, di mana pemahaman mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu diperoleh dari pemahaman mengenai konsekuensi suatu tingkah laku.
c.       Penguat tingkah laku: Keberhasilan akan menjadi penguat sehingga tingkah laku menjadi diulangi, sebaliknya kegagalan akan membuat tingkah laku cenderung tidak diulang.
APLIKASI
Psikopatologi
Bandura sependapat dengan Eysenck dan Wolpe bahwa terapi tingkah laku dapat efektif mengurangi reaksi kecemasan. Dia tidak percaya bahwa tekanan emosional menjadi elemen kunci penyebab reaksi takut yang berlebiihan, sehingga harus dihilangkan agar tingkahlaku dapat berubah. Menurutnya, masalah pokoknya adalah orang peraya bahwa dirinya tidak dapat menangani situasi terrtentu seaara efektif. Karena itu perlu dikembangkan self-efficacy, agar terjadi perubahan tingkah laku. Konsep determinis resiprokal menganggap perubahan tingkah laku.sebagai akibat dari interaksi antara pribadi-tingkahlaku-lingkungan, termasuk tingkahlaku yang menyimpang. Tingkah laku patologis itu dipengaruhi oleh faktor kognitif, proses neurofisiologis, pengalaman masa lalu yang mendapat penguatandan nilai fasilitatif dari lingkungan.
  1. Reaksi Depresi: Standar pribadi dan penetapan tujuan yang terlalu tinggi, membuat orang rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat orangmengalami depresi. Sesudah dalam keadaan depresi, orang menilai rendah prestasi dirinya, sehingga "keberhasilan" tetap dipandangsebagai kegagalan. Akibatnya, terjadi kesengsaraan yang kronis, merasatidak berharga, tidak mempunyai tujuan, dan depresi yang mendalam.Penderita depresi melakukan regulasi diri - pengamatan diri, prosespenilaian, reaksi diri - dengan cara yang salah. Ketika mengamati dirisendiri, penderita depresi menilai salah performansinya, atau mengaburkaningatan prestasinya yang telah lalu. Mereka meremehkan (underestimate)keberhasilannya sendiri, sebaliknya melebih-lebihkan (overestimate)kegagalan yang dilakukannya. Dalam proses penilaian, penderita depresimemasang standar yang sangat tinggi sehingga apapun pencapaian yangdiperoleh dinilai sebagai kegagalan, bahkan ketika orang lain memandang dia sangat berhasil, dia tetap menghina prestasinya sendiri. Penderita menempatkan standar dan tujuan terlalu tinggi di ataskesadaran efikasi dirinya. Ketika melakukan reaksi diri, penderita depersi mengadili dirinya secara kasar, buruk, lebih-lebih terhadap kekurangan dirinya. Mereka menghukum diri sendiri secara berlebihan terhadap perfomansi diri yang kurang baik.
  2. Fobia: perasaan takut yang sangat kuat dan mendalam, sehinggaberdampak buruk terhadap kehidupan sehari-hari seseorang. Begitu mendalamnya perasaan takut itu, sehingga obyek penyebabnya menjadi kabur, obyek itu digeneralisasikan secara salah. Bandura mengemukakan bahwa media seperti televisi, surat kabar tanpa sengaja menciptakan fobia.Ceriat seram perkosaan, kekejaman perampok, pembunuhan berantai, meneror masyarakat sehingga mereka (yang sebagian besar tidak pernah mengalami hal itu) tetap merasa tidak aman walaupunpintu-pintu rumah telah terkunci rapat-rapar.  Fobia dipelajari dari pengamat lingkungan, menjadi eksis akibat efisikasi diri yang yang rendah, orang merasa tidak mampu menangani suatu masalah yang mengancamsehingga muncul perasaan takut yang kronis.
  3. Agresi: MenurutBandura, agresi diperoleh melalui pengamatan, pengalaman langsung dengan reinforsemen positif dan negatif, latihan atau perintah, dan keyakinan yang ganjil (bandingkan dengan Freud , dan kawan-kawannya yang menganggap perilaku agresi adalah dorongan bawaan). Agresi yang ekstrim menjadi disfungsi atau salah sesuai psikologis. Dari penelitian yang dilakukan Bandura, observasi terhadap perilaku agresi akan mengahsilkan respon peniruan yang berlebih. Pengamat akan bertingkah laku lebih agresif dibandingkan modelnya.
Psikoterapi
Sama halnya dengan respon emosiyang dapat diperoleh secara langsungatau secara vicarious, menghilangkan tingkah laku (yang tidak dikehendaki)dapat dilakukan secara langsung atauvicarious pula. Penakut dapat mengubah rasa takutnya dengan melihat model yang tanpa rasa takut berinteraksi dengan hal yang ditakutkanitu.
Secara umum, terapi yang dilakukan Banduraadalah terapi kognitif-sosial. Tujuannya untuk memperbaiki regulasi self, melalui pengubahan tingkatandan mempertahankan perubahan tingkahlaku yang terjadi. Ada tiga tingkatan keefektifan suatu tritmen yakni; tingkat induksi perubahan, generalisasi, dan pemeliharaan.
  1. Tingkat induksi perubahan: tritmendikatakan efektif kalau dapatmengubah tingkahlaku. Misalnya terapi menghilangkan takut ketinggianpenderita akrofobia, sehingga dia berani naik tangga yang tinggi.
  2. Tingkat Generalisasi: tritmen yang lebih tinggi, memungkinkan terjadinyageneralisasi. Penderita akrofobia itu bukan hanya berani naik tangga,dia juga berani naik lift, naik kapal terbang, dan membersihkan kacagedung bertingkat.
  3. Tingkat Pemeliharaan: Sering terjadi tingkahlaku positif hasil terapi berubahkembali menjadi tingkahlaku negatif (khususnya pada tingkahlaku habitnegatif, merokok, alkoholik, narkotik). Terapi mencapai tingkat efektifyang tertinggi kalau hasil induksi dan generaslisai dapat terpelihara, tidak berubah menjadi negatif.
Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni; latihanpenguasaan (desensitisasi modeling), modeling terbuka, dan modelingsimbolik.
  1. Latihan penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien untukmenguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnyakarena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klienmembayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnyadibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau kliendapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka dimintamembayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihatular dikandangkebun binatang, kemudian menyentuh ular sampaiakhirnya menggendong ulat. Ini adalah model desensitisasi sistematik. Bandura memakal desensitisasi sistematik itu dalam pikiran (karena itu teknikini terkadang disebut: modeling kognitif)tanpamemakai penguatan yang nyata.
  2. Modeling terbuka (modeling partsipan): Klien melihat model nyata,biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnyamampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
  3. Modeling simbolik klien melihat model dalam film atau gamba cerita.Kepuasan vikarious (melihat mendapat penguatan) mendorongklien untuk mencoba meniru tingkahlaku modelnya.
Ketika hasilnya dibandingkan desensitisasi modeling dan modelingsimbolik relatif sama kekuatannya untuk menghilangkan tasa takut.Namun yang paling berhasil menghilangkan rasa takut adalah modeling partisipan.
Metodologi
Bandura banyak meneliti masalah dunia nyata dalam laboratorium, seperti masalah agresi, fobia, penyembuhan dari serangan jantung perolehan, kemampuan matematik pada anak. Tujuan pokoknya adalah untuk menyatukankerangka konseptual yang dapat mencakup berbagai hal yang mempengaruhiperubahan tingkahlaku. Dalam setiap kegiatan ketrampilan dan keyakinan diri yang menjamin pemakaian kemampuan secara optimal dibutuhkan agar diri dapat berfungsi sukses.
Bandura mengembangkanmicroanalyticapproach: riset yangmementingkan asesmen yang detilsepanjang waktu untuk mencapai keselarasan antarapersepsi diri dengan tingkah laku pada setiap tahapperformansi tugas. Teknik ini cocok untuk strategi penelitian yang melacakperubahan setiap saat, penelitian yang menganalisis proses, bukan hasil.




DAFTAR PUSTAKA
Alwilsol, Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi, Malang: UMM Press, 2009.
Alwilsol, Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi, Malang: UMM Press, 2014.
Anggun, Dwi, “Teori Kepribadian Albert Bandura”, 25 Oktober 2016, http://anggundwi861.blogspot.co.id/2016/10/teori-kepribadian-albert-bandura.html, diakses pada 30 April 2017.
Munaza, Azka, “Teori Kepribadian Albert Bandura”, 23 Juni 2016, http://justalittlescience.wordpress.com/2016/06/23/teori-kepribadian-albert-bandura/, diakses pada 30 April 2017.

Pane, Hermain“ Biografi Albert Bandura”, 19 November 2014, www.psychoshare.com/file-1706/tokoh-psikologi/biografi-albert-bandura.html, diakses pada 30 April 2017.






Disusun oleh: M. Andy Irfani, Rizka Hanny S., Agasari Puspita, Nadya Salsabila, Yunanda Rizqia B.

No comments:

Post a Comment