Albert Bandura lahir pada tanggal 4
Desember 1925,di kota kecil Mundare bagian selatan Alberta, Kanada. Dia sekolah
di sekolah dasar dan sekolah menengah yang sederhana, namun dengan hasil
rata-rata yang sangat memuaskan. Setelah selesai SMA, dia bekerja pada
perusahaan penggalian jalan raya Alaska Highway di Yukon.
Dia menerima gelar sarjana muda di
bidang psikologi dari University of British of Columbia tahun 1949. Kemudian
dia masuk University of Iowa, tempat di mana dia meraih gelar Ph.D tahun 1952.
Baru setelah itu dia menjadi sangat berpengaruh dalam tradisi behavioris dan
teori pembelajaran.
Waktu di Iowa, dia bertemu dengan
Virginia Varns, seorang instruktur sekolah perawat. Mereka kemudian menikah dan
dikaruniai dua orang puteri. Setelah lulus, dia menerukan pendidikannya ke
tingkat post-doktoral di Wichita Guidance Center di Wichita, Kansas.
Tahun 1953, dia mulai mengajar di
Standford University. Di sini, dia kemudian bekerja sama dengan salah seorang
anak didiknya, Richard Walters. Buku pertama hasil kerja sama mereka berjudul
Adolescent Aggression terbit tahun 1959. Sayangnya, Walters mati muda karena
kecelakaan sepeda motor.
Bandura menjadi presiden APA tahun
1973, dan menerima APA Award atas jasa-jasanya dalam Distinguished Scientific
Contributions tahun 1980.
Bandura meneliti beberapa kasus,
salah satunya ialah kenakalan remaja. Menurutnya, lingkungan memang membentuk
perilaku dan perilaku membentuk lingkungan. Oleh Bandura, konsep ini disebut
determinisme resiprokal yaitu proses yang mana dunia dan perilaku seseorang
saling memengaruhi. Lanjutnya, ia melihat bahwa kepribadian merupakan hasil dari
interaksi tiga hal yakni lingkungan, perilaku, dan proses psikologi seseorang.
Proses psikologis ini berisi kemampuan untuk menyelaraskan berbagai citra
(images) dalam pikiran dan bahasa.
Dalam teorinya, Bandura menekankan
dua hal penting yang sangat mempengaruhi perilaku manusia yaitu pembelajaran
observasional (modeling) yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran sosial
dan regulasi diri. Beberapa tahapan yang terjadi dalam proses modeling.
BELAJAR SOSIAL
Bagi bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan
meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperthatikan dua
fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme.
Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur
tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata – mata budak yang menjadi
objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh
lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi.
Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan
interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus
memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan
dipelihara. Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai determinan
resiprokal, beyond reinforcement, dan self regulation.
Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkahlaku manusia dari segi
interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif,
tingkahlaku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik
itulah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun
batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi
tentang cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata
sebagai objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan
ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya.
Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara
timbal balik.
1. Determinis resiprokal
Pendekatan yang
menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus
menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan
/ mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu
juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determenis resiprokal adalah
konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura
dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling detirminis
sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai
tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal sampai tingkah laku
interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan sistem sosial.
2. Tanpa reinforcement
Bandura memandang
teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika setiap unik
respon sosial yang orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya reinforcement
penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak,
tetapi itu bukan satu – satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar
melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang
dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsement yang terlibat,
berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan
pokok teori belajar sosial.
3. Kognisi dan Regulasi diri
Teori
belajar tradisional sering terhalang oleh ke-tidak-senangan atau ketidak
mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan
manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur
lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah
lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana
yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan
pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk
kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk
menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan
datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan
jangka panjang.
Bandura: Hubungan antara Pribadi, Lingkungan dan Tingkah laku saling
mempengaruhi
Pavlov : Lingkungan menjadi variabel
tunggal penentu Tingkahlaku
Skinner : Pribadi mempengaruhi Tingkahlaku melalui
manipulasi Lingkungan
Lewin : Pribadi dan Lingkungan adalah 2 variabel
independen yang mempengaruhi tingkahlaku
STRUKTUR KEPRIBADIAN
Sistem
Self (Self
System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak
memiliki konstruk self, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self
sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa
membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self diakui
sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal
saling berinteraksi, di mana pusat atau pemulanya adalah sistem self. Sistem
self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke
struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi
persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis
atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari
sistem interaksi resiprokal.
Regulasi
Diri
Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan
dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan
lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk deteminis
resiprokal berarti orang dapat mengatur sebagian clan tingkahlakunya sendiri.
Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi did.
Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir
tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi
dan membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan
ketisakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan
antisipasi apa Baja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang
dapat dipakai untuk melakukan pengaturan memanipulasi faktor eksternal,
memonitor dan mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku manusia adalah
hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal itu.
a)
Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri
dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi
tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh – pengaruh
pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru
anak – anak belajar baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak
dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas
anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi
diri.
Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi
diri dalam bentuk penguatan (reinforcement).
Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang
berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya
kerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu
penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
b) Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal
berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura
mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal:
·
Observasi diri (self
observation):
Dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantita penampilan,
orisinalitas tingkahlaku dan seterusnya. Orang harus mampu memonitor
performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa
aspek dari tingkahlakunya dan mengabaikan tingkahlaku lainnya. Apa yang
diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.
·
Proses penilaian atau
mengadili tingkah laku (judgmental process):
Adalah melihat
kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku
dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan
pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi. Standar pribadi
bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya orang tua atau guru, dan
menginterpretasi balikan/penguatan dari performansi diri. Berdasarkan sumber
model dan performansi yang mendapat penguatan, proses kognitif menyusun
ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak
selalu sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi ini jumlahnya terbatas.
Sebagian besar aktivitas hams dinilai dengan membandingkannya dengan ukuran
eksternal, bisa berupa norma standar, perbandingan social, perbandingan dengan
orang lain, atau perbandingan kolektif. Orang juga menilai suatu aktivitas
berdasarkan anti penting dari aktivitas itu bagi dirinya. Akhirnya, orang juga
menilai seberapa besar dirinya menjadi penyebab dari suatu performansi, apakah
kepada diri sendiri dapati dikenai atribusi (penyebab) tercapainya suatu
performansi, atau sebaliknya justru mendapat atribusi terjadinya kegagalan dan
performansi yang buruk.
·
Reaksi-diri-afektif (self response):
Akhirnya berdasarkan
pengamaan dan judgment itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau
negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi
tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang
mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara
individual.
Efikasi Diri (Self Effication)
Bagaimana orang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada
resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif
yang berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak melakukan
tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini
sebagai efiksasi diri,dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil.
ü Efiksasi diri atau ekspektasi (self effication – efficacy expectation) adalah “Persepsi diri
sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu”.
Efikasi dari berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan
melakukan tindakan yang diharapkan.
ü Ekspektasi hasil (outcome expectations) adalah perkiraan atau
estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil
tertentu.
Efikasi adalah
penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat
atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita – cita), karena cita – cita
menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai. Sedangkan
efikasi menggambarkan ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu
melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar profesional. Namun ekspektasi
hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat tergantung pada daya
tahan jantung pasien, kemurnian obat antibiotik, sterilitas dan infeksi, dan
sebagainya. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang
diharapkan sesuai dengan kenyataan hasilnya), atau sebaliknya, ekspektasi
hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang
dipakai). Orang yang ekspektasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan
sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan
hasil sesuai dengan kemampuan diri). Orang itu akan bekerja keras dan bertahan
mengerjakan tugas sampai selesai.
Sumber Efikasi Diri
Perubahan tingkah laku, dalam system Bandura kuncinya adalah perubahan
ekspektasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat
diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau
kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman
vikarius (vicarious experience),
persuasi social (social persuation)
dan pembangkitan emosi (Emotional/Physiological
states).
Pengalaman performansi
Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai
sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat
pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi,
sedang kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan member
dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :
- Semakin
sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
- Kerja
sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu
orang lain.
- Kegagalan
menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin.
- Kegagalan
dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya
optimal.
- Kegagalan
sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk
kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum
kuat.
- Orang
yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
Pengalaman Vikarius
Diperoleh melalui model social. Efikasi akan meningkat ketika mengamati
keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang
yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figure
yang diamati berbeda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak
besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figure yang setara dengan dirinya,
bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur
yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
Tabel Strategi Pengubahan Sumber Ekspektasi Efikasi
Sumber
|
Cara Induksi
|
|
Pengalaman Performansi
|
Participant modelling
|
Meniru model yang berprestasi
|
Performance desenzation
|
Menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu
|
|
Performance exposure
|
Menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih
|
|
Selfinstructed performance
|
Melatih diri untuk melakukan yang terbaik
|
|
Pengalaman Vikarius
|
Live modeling
|
Mengamati model yang nyata
|
Symbolic modelling
|
Mengamati model simbolik,film,komik,cerita.
|
|
Persuasi Verbal
|
Suggestion
|
Mempengaruhi dengan kata-kata berdasar kepercayaan
|
Exhortation
|
Nasihat,peringatan yang mendesak/memaksa.
|
|
Self-instruction
|
Memerintah diri sendiri
|
|
Interpretive treatment
|
Interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang salah
|
|
Pembangkitan Emosi
|
Attribution
|
Mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian emosional
|
Relaxation biofeedback
|
Relaksasi
|
|
Symbolic desensitization
|
Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik
|
|
Symbolic exposure
|
Memunculkan emosi secara simbolik
|
Persuasi Sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui
persuasi social. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang
tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu
adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang
dipersuasikan.
Keadaan Emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di
bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi
efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan)
dapat meningkatkan efikasi diri.
Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasinya
berubah. Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk memperbaiki kesulitan
dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral.
Keempat sumber itu diubah dengan berbagai strategi yang diringkas dalam tabel
diatas.
Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah laku
Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antara
lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi
yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman
mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting.
Berbeda dengan konsep-diri (Rogers) yang bersifat kesatuan umum, efikasi diri
bersifat fragmental. Setiap individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda
pada situasi yang berbeda, tergantung kepada :
- Kemampuan
yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.
- Kehadiran
orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
- Keadaan
fisiologis dan emosional ; kelelahan, kecemasan, apatis, murung.
Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang
responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi
tingkah laku (Tabel)
Table Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku
Efikasi
|
Lingkungan
|
Prediksi hasil tingkah laku
|
Tinggi
|
Responsif
|
Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya
|
Rendah
|
Tidak responsif
|
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit
|
Tinggi
|
Tidak responsif
|
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes,
aktivitas social, bahkan memaksakan perubahan.
|
Rendah
|
Responsif
|
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
|
Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)
Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat
menghasilkan perubahan social tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan
‘jiwa kelompok’ tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang
bekerja bersama. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan
dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui
efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri
yang tinggi untuk berhenti merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki
efikasi kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya
tempat kerja, dan penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama
saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif timbul
berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan perdagangan
internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi, hukum dan kejahatan,
birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Dalam teori belajar sosial, Bandura
menempatkan motivasi sebagai dinamika keperibadian. Motivasi, menurut Bandura
adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, yakni harapan individu
mendapatkan reinforsement pada masa yang akan datang memotivasi individu untuk
bertingkah laku tertentu. Dan, dengan menetapkan tujuan atau tingkat performasi
yang diinginkan, bertindak pada tingkat tertentu. Untuk meningkatkan
performasi, maka individu harus menjalani serangkaian tujuan yang berurutan
yang memungkin evaluasi diri segera daripada menetapkan tujuan yang jauh dan
membutuhkan waktu lama mencapainya. Jadi, terus-menerus mengamati, memikirkan,
dan menilai tiingkah laku diri, akan memberi insentif-diri sehingga bertahan
dalam berusaha mencapai standar yang telah ditentukan.
Proses
belajar yang dikemukakan Bandura tidak hanya terletak pada satu penguatan. Ada
tiga penguat yang menjadi motivasi individu yang dapat membentuk proses
belajar, yaitu:
1.
Penguatan yang diwakilkan (vicarious
reinforcement), mengamati orang lain yang mendapat penguatan, membuat
individu ikut puas dan berusaha belajar giih agar menjadi seperti orang
tersebut.
2.
Penguatan yang ditunda (expectation
reinforcement), individu terus-menerus berbuat tanpa mendapat penguatan,
karena yakin akan mendapatkan penguatan pada masa yang akan datang.
3.
Tanpa penguatan (beyond reinforcement),
belajar tanpa ada reinforsement sama sekali, mirip dengan konsep otonomi
fungsional dari Alport.
Espektasi penguatan dapat
dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah laku. Individu mengembangkan
standar pribadi berdasarkan standar sosial melalui interaksinya dengan orang
tua, guru, dan teman sebayanya. Individu dapat mengganjar dan menghukum tingkah
laku sendiri dengan menerima diri atau mengkritik diri. Penerimaan dan kritik
diri sangat besar perannya dalam membimbing tingkah laku, sehingga tingkah laku
individu tetap konsisten, tidak berubah akibat lingkungan sosial.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
1.
Belajar Melalui Observasi
Menurut
Bandura, belajar lebih banyak terjadi tanpa penguatan (reinforcement) yang nyata. Belajar melalui observasi jauh lebih
efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung karena melalui observasi
orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga, yang mungkin diikuti dengan
hubungan atau penguatan. Seseorang dapat mempelajari respon baru dengan melihat
respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang
dipelajari itu. Terdapat dua cara dalam belajar melalui observasi, yaitu:
a.
Peniruan (Modelling)
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau
meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling
bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan model (orang lain).
Tingkah laku manusia bukan semata–mata bersifat refleks atau otomatis,
melainkan juga merupakan akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif.
Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari
melalui peniruan (imitation) maupun
penyajian contoh perilaku (modelling).
Penelitian terhadap 3 kelompok anak taman kanak-kanak: Kelompok pertama disuruh
mengobservasi model orang dewasa yang bertingkah laku agresif, fisik dan
verbal, terhadap boneka karet. Kelompok kedua diminta mengobservasi model orang
dewasa yang duduk tenang tanpa menaruh perhatian terhadap boneka karet
didekatnya. Kelompok ketiga menjadi kelompok kontrol yang tidak ditugasi
mengamati dua jenis model itu. Ketiga kelompok anak itu kemudian dibuat
mengalami frustasi ringan dan setiap anak sendirian ditempatkan di kamar yang
ada boneka karet seperti yang dipakai penelitian. Ternyata tingkah laku setiap
kelompok cenderung mirip dengan tingkah laku model yang diamatinya. Kelompok
pertama bertingkah laku lebih agresif terhadap boneka dibanding kelompok lain.
Kelompok kedua sedikit lebih agresif dibanding kelompok kontrol.
Sebagai contoh lain, orang tua dan guru memainkan peranan penting
sebagai seorang model atau tokoh bagi anak dalam menirukan perilaku membaca.
Anggota keluarga yang sering dilihat oleh anak ketika sedang membaca atau
memegang buku di rumah akan merangsang anak untuk mencoba mengenal buku.
b.
Modeling Tingkah Laku Baru
Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini
dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku
model ditransformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi
ditransformasi menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat
nanti. Keterampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat
mentransform apa yang dipelajarinya atau menggabung-gabung apa yang diamatinya
dalam berbagai situasi menjadi pola tingkah laku baru.
2.
Modeling Mengubah Tingkahlaku Lama
Disamping
dampak mempelajari tingkah laku baru, modeling mempunyai dua macam dampak
terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara
sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah
laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah
pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial,
tergantung apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah
laku yang tidak dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru
tingkah laku itu, sebaliknya kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu
dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah.
a.
Modeling Simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling
tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah
laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu
berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
b.
Modeling Kondisioning
Pengamat mengobservasi model
tingkah laku emosional yang mendapat penguatan muncul respon emosional yang
sama dalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan kepada obyek yang ada di
dekatnya atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi
sasaran. Contoh: emosi marah yang muncul ketika seorang anak menonton film yang
isinya ibu tiri yang jahat dan anak kandungnya. Sehingga dilampiaskan kepada
siapa saja yang ada di dekatnya. Contoh lainnya yaitu emosi seksual yang timbul
akibat menonton film cabul dilampiaskan ke obyek yang ada di dekatnya saat itu
(misalnya: menjadi kasus pelecehan dan perkosaan anak).
Faktor-Faktor
Penting dalam Belajar Melalui Observasi
Menurut bandura, ada empat proses
yang penting agar belajar melalui observasi dapat terjadi, yaitu:
1)
Perhatian (attention
process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan kepada
orang tersebut. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan
modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati
bagi si pengamat.
2)
Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus
disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk
gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara
verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana
yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat
dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa benar–benar melakukannya
secara fisik.
3)
Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah
mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan, seseorang
lalu bertingkah laku. Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui
observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respon dengan tingkah laku yang
ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajar.
4)
Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Observasi mungkin memudahkan
orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi jika motivasi tidak ada,
maka tidak akan terjadi proses belajar tingkah laku. Imitasi tetap terjadi
walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat
ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga
diyakini model umumnya akan diganjar.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian
antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri-ciri
model seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan kemampuan, pening dalam
menentukan tingkat imitasi. Anak lebih senang meniru model sesusilanya daripada
model dewasa. Anak juga cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam
jangkauannya, alih-alih model yang standarnya di luar jangkauannya. Imitasi
juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya. Anak
cenderung mengimitasi orang tuanya yang hangat dan open (jw), gadis lebih mengimitasi
ibunya.
Dampak Belajar
Setiap kali respons dibuat, akan diikuti
dengan berbagai konsekuensi; ada yang konsekuensinya menyenangkan, ada yang
tidak menyenangkan, ada yang tidak masuk kekesadaran. Penguatan -baik positif
maupun negatif- dampaknya tidak otomatis sejalan dengan konsekuensi respons.
Konsekuensi dari suatu respons mempunyai tiga fungsi:
a.
Pemberi informasi: memberi informasi mengenai
dampak dari tingkah laku informasi ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing
tingkah laku pada masa yang akan datang.
b.
Memotivasi tingkah laku yang akan datang:
Menyajikan data sehingga orang dapat membayangkan secara simbolik hasil tingkah
laku yang akan dilakukannya, dan bertingkah laku sesuai dengan
peramalan-peramalan yang dilakukannya. Dengan kata lain, tingkah laku
ditentukan atau dimotivasi oleh masa yang akan datang, di mana pemahaman
mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu diperoleh dari
pemahaman mengenai konsekuensi suatu tingkah laku.
c.
Penguat tingkah laku: Keberhasilan akan
menjadi penguat sehingga tingkah laku menjadi diulangi, sebaliknya kegagalan
akan membuat tingkah laku cenderung tidak diulang.
APLIKASI
Psikopatologi
Bandura sependapat dengan Eysenck dan Wolpe
bahwa terapi tingkah laku dapat efektif mengurangi reaksi kecemasan. Dia tidak
percaya bahwa tekanan emosional menjadi elemen kunci penyebab reaksi takut yang
berlebiihan, sehingga harus dihilangkan agar tingkahlaku dapat berubah.
Menurutnya, masalah pokoknya adalah orang peraya bahwa dirinya tidak dapat
menangani situasi terrtentu seaara efektif. Karena itu perlu dikembangkan self-efficacy,
agar terjadi perubahan tingkah laku. Konsep determinis resiprokal menganggap
perubahan tingkah laku.sebagai akibat dari interaksi antara
pribadi-tingkahlaku-lingkungan, termasuk tingkahlaku yang menyimpang. Tingkah
laku patologis itu dipengaruhi oleh faktor kognitif, proses neurofisiologis,
pengalaman masa lalu yang mendapat penguatandan nilai fasilitatif dari
lingkungan.
- Reaksi
Depresi: Standar pribadi dan penetapan tujuan yang terlalu tinggi, membuat
orang rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat orangmengalami
depresi. Sesudah dalam keadaan depresi, orang menilai rendah prestasi
dirinya, sehingga "keberhasilan" tetap dipandangsebagai
kegagalan. Akibatnya, terjadi kesengsaraan yang kronis, merasatidak
berharga, tidak mempunyai tujuan, dan depresi yang mendalam.Penderita
depresi melakukan regulasi diri - pengamatan diri, prosespenilaian, reaksi
diri - dengan cara yang salah. Ketika mengamati dirisendiri, penderita
depresi menilai salah performansinya, atau mengaburkaningatan prestasinya
yang telah lalu. Mereka meremehkan (underestimate)keberhasilannya sendiri,
sebaliknya melebih-lebihkan (overestimate)kegagalan yang dilakukannya.
Dalam proses penilaian, penderita depresimemasang standar yang sangat
tinggi sehingga apapun pencapaian yangdiperoleh dinilai sebagai kegagalan,
bahkan ketika orang lain memandang dia sangat berhasil, dia tetap menghina
prestasinya sendiri. Penderita menempatkan standar dan tujuan terlalu
tinggi di ataskesadaran efikasi dirinya. Ketika melakukan reaksi diri,
penderita depersi mengadili dirinya secara kasar, buruk, lebih-lebih
terhadap kekurangan dirinya. Mereka menghukum diri sendiri secara
berlebihan terhadap perfomansi diri yang kurang baik.
- Fobia:
perasaan takut yang sangat kuat dan mendalam, sehinggaberdampak buruk terhadap
kehidupan sehari-hari seseorang. Begitu mendalamnya perasaan takut itu,
sehingga obyek penyebabnya menjadi kabur, obyek itu digeneralisasikan
secara salah. Bandura mengemukakan bahwa media seperti televisi, surat
kabar tanpa sengaja menciptakan fobia.Ceriat seram perkosaan, kekejaman
perampok, pembunuhan berantai, meneror masyarakat sehingga mereka (yang
sebagian besar tidak pernah mengalami hal itu) tetap merasa tidak aman
walaupunpintu-pintu rumah telah terkunci rapat-rapar. Fobia dipelajari dari pengamat
lingkungan, menjadi eksis akibat efisikasi diri yang yang rendah, orang
merasa tidak mampu menangani suatu masalah yang mengancamsehingga muncul
perasaan takut yang kronis.
- Agresi:
MenurutBandura, agresi diperoleh melalui pengamatan, pengalaman langsung
dengan reinforsemen positif dan negatif, latihan atau perintah, dan
keyakinan yang ganjil (bandingkan dengan Freud , dan kawan-kawannya yang
menganggap perilaku agresi adalah dorongan bawaan). Agresi yang ekstrim
menjadi disfungsi atau salah sesuai psikologis. Dari penelitian yang
dilakukan Bandura, observasi terhadap perilaku agresi akan mengahsilkan
respon peniruan yang berlebih. Pengamat akan bertingkah laku lebih agresif
dibandingkan modelnya.
Psikoterapi
Sama halnya dengan respon emosiyang dapat
diperoleh secara langsungatau secara vicarious, menghilangkan tingkah laku
(yang tidak dikehendaki)dapat dilakukan secara langsung atauvicarious pula.
Penakut dapat mengubah rasa takutnya dengan melihat model yang tanpa rasa takut
berinteraksi dengan hal yang ditakutkanitu.
Secara umum, terapi yang dilakukan
Banduraadalah terapi kognitif-sosial. Tujuannya untuk memperbaiki regulasi
self, melalui pengubahan tingkatandan mempertahankan perubahan tingkahlaku yang
terjadi. Ada tiga tingkatan keefektifan suatu tritmen yakni; tingkat induksi
perubahan, generalisasi, dan pemeliharaan.
- Tingkat
induksi perubahan: tritmendikatakan efektif kalau dapatmengubah
tingkahlaku. Misalnya terapi menghilangkan takut ketinggianpenderita
akrofobia, sehingga dia berani naik tangga yang tinggi.
- Tingkat
Generalisasi: tritmen yang lebih tinggi, memungkinkan
terjadinyageneralisasi. Penderita akrofobia itu bukan hanya berani naik
tangga,dia juga berani naik lift, naik kapal terbang, dan membersihkan
kacagedung bertingkat.
- Tingkat
Pemeliharaan: Sering terjadi tingkahlaku positif hasil terapi
berubahkembali menjadi tingkahlaku negatif (khususnya pada tingkahlaku
habitnegatif, merokok, alkoholik, narkotik). Terapi mencapai tingkat
efektifyang tertinggi kalau hasil induksi dan generaslisai dapat
terpelihara, tidak berubah menjadi negatif.
Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan
tritmen, yakni; latihanpenguasaan (desensitisasi modeling), modeling terbuka,
dan modelingsimbolik.
- Latihan
penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien untukmenguasai
tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnyakarena takut).
Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang
mendalam. Kemudian konselor meminta klienmembayangkan hal yang
menakutkannya secara bertahap. Misalnyadibayangkan melihat ular mainan di
etalase toko. Kalau kliendapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut,
mereka dimintamembayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian
melihatular dikandangkebun binatang, kemudian menyentuh ular
sampaiakhirnya menggendong ulat. Ini adalah model desensitisasi
sistematik. Bandura memakal desensitisasi sistematik itu dalam pikiran
(karena itu teknikini terkadang disebut: modeling kognitif)tanpamemakai
penguatan yang nyata.
- Modeling
terbuka (modeling partsipan): Klien melihat model nyata,biasanya diikuti
dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya
meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnyamampu melakukan
sendiri tanpa bantuan.
- Modeling
simbolik klien melihat model dalam film atau gamba cerita.Kepuasan
vikarious (melihat mendapat penguatan) mendorongklien untuk mencoba meniru
tingkahlaku modelnya.
Ketika hasilnya dibandingkan desensitisasi
modeling dan modelingsimbolik relatif sama kekuatannya untuk menghilangkan tasa
takut.Namun yang paling berhasil menghilangkan rasa takut adalah modeling
partisipan.
Metodologi
Bandura banyak meneliti masalah dunia nyata
dalam laboratorium, seperti masalah agresi, fobia, penyembuhan dari serangan
jantung perolehan, kemampuan matematik pada anak. Tujuan pokoknya adalah untuk
menyatukankerangka konseptual yang dapat mencakup berbagai hal yang
mempengaruhiperubahan tingkahlaku. Dalam setiap kegiatan ketrampilan dan
keyakinan diri yang menjamin pemakaian kemampuan secara optimal dibutuhkan agar
diri dapat berfungsi sukses.
Bandura mengembangkanmicroanalyticapproach: riset yangmementingkan asesmen yang
detilsepanjang waktu untuk mencapai keselarasan antarapersepsi diri dengan
tingkah laku pada setiap tahapperformansi tugas. Teknik ini cocok untuk
strategi penelitian yang melacakperubahan setiap saat, penelitian yang
menganalisis proses, bukan hasil.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwilsol, Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi,
Malang: UMM Press, 2009.
Alwilsol, Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi,
Malang: UMM Press, 2014.
Anggun,
Dwi, “Teori Kepribadian Albert Bandura”, 25 Oktober 2016, http://anggundwi861.blogspot.co.id/2016/10/teori-kepribadian-albert-bandura.html,
diakses pada 30 April 2017.
Munaza,
Azka, “Teori Kepribadian Albert Bandura”, 23 Juni 2016, http://justalittlescience.wordpress.com/2016/06/23/teori-kepribadian-albert-bandura/,
diakses pada 30 April 2017.
Pane,
Hermain“ Biografi Albert Bandura”, 19 November 2014, www.psychoshare.com/file-1706/tokoh-psikologi/biografi-albert-bandura.html, diakses pada
30 April 2017.
Disusun oleh: M. Andy Irfani, Rizka Hanny S., Agasari Puspita, Nadya Salsabila, Yunanda Rizqia B.
Disusun oleh: M. Andy Irfani, Rizka Hanny S., Agasari Puspita, Nadya Salsabila, Yunanda Rizqia B.
No comments:
Post a Comment