IDENTITAS
BUKU
Judul
buku :
Akhlak Tasawuf
Penulis : Prof.
Dr. Rosihon Anwar, M.Ag.
Penerbit : CV.
Pustaka Setia
Tahun
terbit : 2010
Kota
terbit :
Bandung
Tebal
buku : 364
halaman
Jumlah
Bab : 16
Ukuran
Buku : 15 x 24
cm
Edisi : Revisi
BIOGRAFI
PENULIS
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. dilahirkan di Desa dan
Kec. Ciwaru Kab. Kuningan pada tanggal 15 September 1969, anak dari pasangan
keluarga K.H. Moch. Amman (Alm.) dan Sili Nafisah (Alm). Beliau menempuh
pendidikan formal di SDN Bayu Asih Ciwaru (1983), MTs NU Buntet Cirebon tahun
1986, MANU Buntet Cirebon (1989), Sunan Gunung Djati Bandung (S-l) (1993), IAIN
Syarif Hidayatullah (S-3) (2005), Jakarta. Sedangkan pendidikan non-formalnya
dijalani di Pondok Pesantren Buntet Cirebon (1983-1989).
Sejak tahun 1995 menjadi staf pengajar di Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Beliau juga aktif dengan menjadi
Anggota Dewan Tahqiq Departemen Agama Republik Indonesia, Mengajar di
Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, mengajar di Akper Kabupaten
Sumedang, pengurus wilayah NU Jawa Barat, Direktur Lembaga Studi Ai-Quran
(LESTUTA) Bandung, Pengurus Wilayah Persatuan Tarbiyah Jawa Barat, Pengurus
ICMI Muda Jawa Barat Pengurus Wirakarya Jawa Barat. Dan pada tahun 1995, beliau
menikah dengan Enung Supartini, S.S. dan dikarunia dua anak, Hielya Amelia dan
Raghib Musoffa Kamil.
Di antara karya-karyanya adalah: Keberadaan
Israiliyyat dalam Tafsir At Thabari dan Tafsir lbnu Katsir, Meluruskan Sejarah
Islam, Studi Kritis tentang Tahkim, dan masih banyak lagi karya-karyanya yang
menarik
RESUME
BUKU
BAB
1
AKHLAK
DAN BEBERAPA TINJAUAN TERHADAPNYA
Akhlak berarti perbuatan tingkah laku manusia secara
spontan yang dibedakan menjadi 2, yaitu akhlak baik (akhlakul karimah) dan
akhlak buruk (akhlakul madzmudah). Etika yaitu teori tentang perbuatan manusia
yang dilihat dari baik buruknya. Sedangkan moral yaitu ajaran tentang baik
buruknya perbuatan manusia. Akhlak, etika dan moral mempunyai persamaan, antara
lain: ketiganya mengacu pada ajaran/perbuatan tentang tingkah laku, perbuatan
dan sifat yang baik; ketiganya merupakan prinsip untuk mengukur harkat dan
martabat manusia; dan ketiganya merupakan potensi positif yang dimiliki setiap
orang. Akhlak, etika dan moral juga memiliki perbedaan, antara lain: akhlak
tolok ukurnya adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah; etika tolok ukurnya adlah pikiran
dan akal; moral tolok ukurnya norma yang hidup dalam masyarakat.
Landasan akhlak yang baik yaitu Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak memiliki
posisi yang sangat penting, akhlak diposisikan sebagai salah satu rukun agama
Islam. Sedangkan manfaat mempelajari akhlak antara lain: mengetahui tujuan
utama diutusnya Nabi Muhammad SAW, menjembatani kerenggangan antara akhlak dan
ibadah, serta menerapkan pengetahuan tentang akhlak dalam kehidupan.
Akhlak dibagi menjadi 5, yaitu:
1. Akhlak
pribadi: yang diperintahkan (awamir), yang dilarang (nawahi), yang dibolehkan
(mubahat), dan akhlak dalam keadaan darurat.
2. Akhlak
berkeluarga: kewajiban antara orang tua dan anak, kewajiban suami istri, serta
kewajiban terhadap karib kerabat.
3. Akhlak
bermasyarakat: yang dilarang, yang diperintahkan dan kaidah-kaidah adab.
4. Akhlak
bernegara: hubungan antara pemimpin dan rakyat dan hubungan luar negeri.
5. Akhlak
beragama: kewajiban terhadap Allah SWT, dan kewajiban terhadap Rasul.
BAB
2
HUBUNGAN
ILMU AKHLAK DENGAN ILMU-ILMU LAINYA
A. Ilmu
Akhlak dengan Sosiologi
Sosiologi mempelajari perbuatan
manusia yang juga menjadi objek kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak mendorong
mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan sosiologi.
B. Ilmu
Akhlak dengan Psikologi
Psikologi menyelidiki dan
membicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak,
kemerdekaan, khayal, dan rasa kasih yang kesemuanya dibutuhkan oleh ilmu
akhlak.
C. Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Hukum
Pokok pembicaraan ilmu akhlak dan
ilmu hukum adalah perbuatan manusia. Tujuannya pun hampir sama, yaitu mengatur
perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan
kebahagiaan.
D. Ilmu
Akhlak dengan Filsafat
Dapat dikatakan bahwa ilmua akhlak
merupakan cabang filsafat praktis. Akan tetapi, jumlah ilmu sedemikian banyak
sehingga ilmu akhlak pun berdiri menjadi ilmu tersendiri.
E. Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Tasawuf (Irfan)
Berarti bahwa hati manusia harus
berfungsi bagaikan cermin yang bersih sehingga dapat menangkap hakikat dan
menyingkap tirai.
F. Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Pendidikan (Tarbiyah)
Pendidikan akhlak merupakan benang
perekat yang merajut semua jenis pendidikan, seperti pendidikan etika,
pendidikan akal, pendidikan ilmu, das sebagainya. Semua jenis pendidikan harus
tunduk pada kaidah-kaidah agama.
G. Ilmu
Akhlak dengan akidah dan Ibadah
Islam telah menghubungkan secara erat
antara akidah dan akhlak. Dalam Islam, akhlak bertolak dari tujuan-tujuan
akidah. Akidah merupakan barometer bagi perbuatan, ucapan, dengan segala bentuk
interaksi sesama manusia. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan As-Sunah, iman
kepada Allah menuntut seseorang mempunyai akhlak yang terpuji.
BAB
3
SEJARAH
DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK
A. Sejarah
perkembangan akhlak pada Zaman Yunani
1. Tokoh
sofistik (500-450 SM)
Sebelum
kemunculan tokoh-tokoh Sofistik, akhlak kurang diperhatikan. Kemudian muncullah
mereka yaitu ahli filsafat dan menjadi guru di beberapa negeri. Walaupun
berbeda-beda pikiran dan pendapat mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu
menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani untuk menjadi nasional yang baik,
merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
2. Socrates
(469-399 SM)
Ia
berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia harus
didasarkan pada ilmu. Tidak ditemukan pandangannya tentang tujuan akhir akhlak
atau ukuran yang digunaknan untuk menilai suatu perbuatan apakah baik atau
buruk.
3. Cynis
dan Cyrenics
Diantara
ajarannya adalah bahwa Tuhan dibersihkan dari segala kebutuhan dan bahwa
sebaik-baik manusia adalah yang memiliki perangai akhlak ketuhanan. Dengan
akhlak ketuhanan ini, seseorang sedapat mungkin meminimalisasi kebutuhan dan
terbiasa dengan hidup sederhana.
4. Plato
Pandangan
plato mengenai akhlak didasarkan pada teori ”model” (paradigma), yaitu di balik
alam ini ada alam rohani (alam ideal) yang terdapat bermacam-macam kekuatan.
5. Aristoteles
(9394-322 SM)
Dia
membuat aliran baru dan pengikutnya dinamakan peripatetics. Dia berpendapat
bahwa tujuan terakhir manusia adalah kebahagiaan dengan cara mempergunakan
kekuatan akal sebaik-baiknya.
6. Stoics
dan Epicuris
Epicurics
mendasarkan pelajarannya pada paham kelompok Cyrenics. Filsafat Epikurus
bertujuan menjamin kebahagiaan manusia dengan menitikberatkan pada etika yang
akan memberikan ketenangan batin.
7. Agama
Nasrani
Pada
akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu dapat
mengubah pemikira manusia dan membawa pokok-pokok akhlak yang menjelaskan baik
dan buruk yang tercantum dalam Taurat.
Menurut para filsuf yunani pendorong untuk melakukan
perbuatan baik adalah ilmu pengetahuan atau kebijaksanaan, sedangkan menurut
agama Nasrani,pendorong untuk melakukan perbuatan baik adalah cinta kepada
Tuhan dan iman kepada-Nya.
B. Akhlak
pada abad Pertengahan
Pada abad pertengahan di kuasai oleh
gereja yang berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu.
Oleh karena itu, tidak ada artinya penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan
penelitian. Ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan adalah
ajaran akhlak yang di bangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran
Nasrani.
C. Sejarah
Akhlak pada Bangsa Arab sebelum Islam
Bangsa arab sebelum islam telah
memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang
berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walupun nilai yang tercetus leqwat
syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang di ucapkan oleh
filsuf-filsuf Yunani Kuno. Dalam syariat-syariat mereka tersebut sudah ada
muatan-muatan akhlak.
D. Sejarah
Akhlak pada Bangsa Arab setelah Islam, antara lain:
1. Ali
bin Abi Tholib, berdasarkan sebuah risalah yang di tulis untuk putranya
Al-Hasan, setelah kepulangannya dari perang shiffin. Dan kandungnya terdapat
dalam kitab Nahj Al-Balaghoh.
2. Isma,il
bin Mahran Abu An-Nashr As-Saukani pada abad ke-2 H,beliau menulis kitab Al
mukmin wa Al-Fajir.
3. Ja’far
bin Ahmad Al-Qummi, penulis kitab Al-Mani’at min Dukhul Al-Jannah pada abad ke-3H, dan lain-lain.
E. Barat
(Zaman Baru)
Pada akhir abad ke-15 Masehi, Eropa
mulai mengalami kebangkitan dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Banyak tokoh pemikir akhlak yang lahir pada abad baru ini
diantaranya: Descartes (1596-1650), Jhon of Salisbury (1120-1180M), Bentham
(1748-1832) dan Stuart Mill (1806-1873), Thomas Hill Green (1836-1882) dan
herbert Spencer (1820-1903), Spinoza (1632-1677), Hegel (1770-1831), dan Khat
(1724-1831), Viktor Causin (1729-1867) dan August Comte (1798-1857), serta
Pasca Mill dan Spencer.
BAB
4
BAIK
BURUK
Baik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Sedangkan buruk adalah
sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang rendah, hina, menyusahkan, dan
dibenci manusia.
Ukuran baik dan buruk terdapat pada: Aliran
Naturalisme, Aliran Hedonisme, Eudamonisme, Pragmatisme, Vitalisme, Idealisme,
Eksistensialisme, Utilitarisme, Deontologi, dan Teologis.
BAB
5
AKHLAK
TERPUJI (AKHLAK MAHMUDAH)
Akhlak terpuji merupakan sumber ketaatan dan kedekatan
kepada Allah SWT. Sehingga mempelajari dan mengamalkannya merupakan kewajiban
individual setiap muslim (Al-Ghazali). Macam-macam akhlak terpuji antara lain:
1. Akhlak
terhadap Allah SWT: menauhidkan Allah SWT, berbaik sangka, tawakkal.
2. Akhlak
terhadap diri sendiri: sabar, syukur, menunaikan amanah, benar/jujur, menepati
janji, memelihara kesucian diri.
3. Akhlak
terhadap keluarga: berbakti kepada orang tua, bersikap baik terhadap saudara.
4. Akhlak
terhadap masyarakat: berbuat baik kepada tetangga, dan suka menolong orang lain.
5. Akhlak
terhadap lingkungan: memanfaatkan alam sebaik-baiknya.
BAB
6
AKHLAK
TERCELA (MADZMUMAH)
Akhlak tercela meruapakan tingkah laku yang tercela
merupakan tingakah laku yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang dan
menjatuhkan maratabatnya sebagai manusia. Macam-macam akhlak tercela antara
lain: syirik, kufur, nifak dan fasik, takabur dan ujub, dengki, gibah, dan
riya’.
BAB
7
PENGERTIAN
TASAWUF DAN DASAR-DASAR QURANINYA
Pengertian Tasawuf menurut istilah adalah ilmu yang
mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akhlak tasawuf memiliki ciri umum,
diantaranya: memiliki moral, pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak,
pengetahuan intuitif langsung, timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah
SWT, dan penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung
pengertian harfiah dan tersirat. Tasawuf memiliki landasan, yaitu berlandaskan
Al-Qur’an dan Hadist.
BAB
8
SEJARAH
PERKEMBANGAN TASAWUF DARI MASA KE MASA
Untuk melihat sejarah tasawuf, perlu dilihat
perkembangan peradaban Aslam sejak zaman Rasulullah SAW. Sebab, pada hakikatnya
kehidupan rohani itu telah ada pada dirinya sebagai panutan umat. Kesederhanaan
hidup dan upaya menghindari bentuk-bentuk kemewahan sudah tumbuh sejak Islam
datang, masa Rasulullah SAW. dan para sahabatnya hidup dalam suasana
kesederhanaan.
Dalam sejarah perkembangannya, tasawuf dapat dibedakan
ke dalam beberapa periode, dan setiap periode mempunyai karakteristik dan
tokohnya masing-masing. Periode tersebut adalah: Abad pertama dan kedua
Hijriyah, yaitu periode sahabat dan tabi’in; abad ketiga dan keempat hijriyah,
yaitu periode tabi tabi’in; abad keenam, ketujuh, dan kedelapan Hijriyah; dan
abad kesembilan, keseepuluh Hijriyah, dan sesudahnya.
BAB
9
KERANGKA
BERFIKIR ‘IRFANI: DASAR-DASAR FALSAFI AHWAL DAN MAQAMAT
Dalam perjalanan menuju Allah SWT., kaum sufi harus
menempuh berbagai fase, yang dikenal dengan maqam (tingkatan) dan hal
(keadaan). Maqam-maqam yang dijalani kaum sufi antara lain: tobat, zuhud, faqr,
sabar, syukur, rida dan tawakal. Hal-hal yang dijumpai dalam perjalanan kaum
sufi, anatara lain adalah waspada dan mawas diri, kehampiran/kedekatan (qarb),
cinta (hubb), takut (khauf), harap (raja’), rindu (syauq), intim (uns),
tenteram, penyaksian (musyahadah) dan yakin.
BAB
10
HUBUNGAN
TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQH, DAN ILMU JIWA
Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak
dapat lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti
ilmu kalam, fiqh, filsafat, ilmu jiwa, dan bidang-bidang lainnya. Kaitannya
dengan ilmu fiqh, tasawuf merupakan penyempurna fiqh, karena tasawuf memberikan
corak batin terhadap ilmu fiqh. Seperti tidak seperti tidak sempurnanya shalat
tanpa rasa khusyuk dan tidak sempurna ibadah tanpa niat yang ikhlas. Bahkan
imam Malik pernah berkata: “Barangsiapa mendalami fiqh, tetapi belum
bertasawuf, berarti ia fasiq. Barangsiapa bertasawuf, tetapi belum mendalami
fiqh, berarti ia zindiq. Dan barangsiapa yang melakukan keduanya, berarti ia
tahaqquq (melakukan kebenaran).
Tasawuf juga berkaitan erat dengan ilmu filsafat.
Misalnya kajian tasawuf tentang jiwa. Secara jujur, harus diakui bahwa
terminologi jiwa dan roh banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan
intelektual muslim ternama juga mengkaji tentang jiwa dan roh, di antaranya
adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali.
BAB
11
TASAWUF
AKHLAKI
Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara tasawuf
dengan ilmu akhlak. Tasawuf akhlaki dapat terealisasikan secara utuh jika
pengetahuan tasawuf dan ibadah kepada Allah dibuktikan dalam kehidupan sosial.
Tokoh sufi yang termasuk tasawuf akhlaki adalah Hasan al-Basri (w. 110 H),
al-Muhasibi (w. 241 H), al-Qusyairi (w. 405 H), dan al-Ghazali (w. 505 H).
BAB
12
TASAWUF
IRFANI
Tasawuf irfani tidak hanya membahas soal keikhlasan
dalam hubungan manusia, tetapi lebih jauh menetapkan bahwa apa yang kita
lakukan tidak pernah kita lakukan, ini tingkatan ikhlas yang paling tinggi.
Tokohnya antara lain: Rabi’ah Al-Adawiah, Dzu An-Nun Al-Misri, Abu Yazid
Al-Bustami, dan Abu Manshur Al-Hallaj.
BAB
13
TASAWUF
FALSAFI
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajaranya
menggunakan terminologis filosofis dalam pengungkapanya. Tokohnya antara lain:
Ibnu Arabi, Al-Jili, dan Ibnu Sab’in.
BAB
14
TAREKAT
Tarekat yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang
sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Pada awal
kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Iran dan Irak. Pada
periode ini muncullah beberapa tarekat, diantaranya: Tarekat Yasaviyah yang
didirikan oleh Ahmad Al-Yasavi (562 H/1169 M); Tarekat Naqsabandiyah, yang
didirikan oleh M. Bahuddin An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari (1389 M) di
Turkistan; Tarekat Khalwatiyahyang didirikan oleh Umar Al-Khawalti (1397 M);
Tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Safiyudin Al-Ardabili (1334 M) dan
tarekat Bairamiyah yang didirikan oleh Hijji Bairan (1430 M).
BAB
15
STUDI
KRITIS TERHADAP ALIRAN-ALIRAN TASAWUF
Di antara sekte-sekte tasawuf yang dianggap sesat oleh
penentangnya adalah: Pertama, sekte Al-Isyraqi, yang didominasi oleh ajaran
filsafat bersama sifat zuhud. Al-Israqi (penyinaran) adalah penyinaran jiwa
yang memancarkan cahaya dalam hati sebagai hasil dari pembinaan jiwa dan
penggemblengan roh disertai dengan penyiksaan badan untuk membersihkan dan
menyucikan roh. Kedua, sekte Al-Hulul, yang berkeyakinan bahwa Allah ‘azza wa
jalla bisa bertempat atau menitis dalam diri manusia –Mahasuci Allah ‘azza wa
jalla dari sifat itu-, Ketiga, sekte Wihdatul Wujud, yaitu keyakinan bahwa
semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang terlihat di
alam semesta ini tidak lain merupakan perwujudan atau penampakan Dzat Ilahi
(Allah ‘azza wa jalla).
BAB
16
TASAWUF
DI INDONESIA
Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari
Sumatra, baik yang ditulis dalam bahasa Arab maupun Melayu, berorientasi
sufisme. Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup
dominan dalam masyarakat pada masa itu. Kenyataan lainnya, kita dapat melihat
pengaruh yang sangat besar dari para sufi dalam memengaruhi kepemimpinan raja,
baik yang ada di tanah Aceh maupun yang ada di tanah Jawa. Tokoh sufi yang
mempengaruhi perkembangan tasawuf di Indonesia, di antaranya Hamzah al-Fansuri,
Nurudin al-Raniri, Syekh Abdul Rauf al-Sinkili, dan Syekh Yusuf al-Makasari.
Disusun oleh: Tata Puspita